Jumat, 11 November 2011

SAAT GALAU MENULISKAN SAJAK KEKECEWAAN

Tags

Oleh Inung Pratiwi
Flashback sebentar lah…dulu waktu q mau pndah kos, pengennya ada kaka2 angktan atau ga yang bias bimbing aqlah…tentu terutama dalam bidang agama…Nah waktu memutuskan pindah ke kos ini, banyak keuntungan yg didapat..slain hotspotan gratis, deket pula dr kampus. Setelah beradaptasi, q ktmu kamar sebelah yg pake jilbab gedhe..Dalm hati alhmdllillah lingkungan ckup kondusif.
Beberapa hari berlalu..koq q liat si mb tetangg kamarku itu pergi dijemput cowok..atau klo gay a diapeli di bawah…deket bget malah (duduke sampingan no jarak)..waktu itu ku piker, mb.e dah nikah..Trus ku tanya mb kos lain yg dah lma di situ..’Mb..mb sblah tu dah nikah ea??’..q Tanya g2.. trus jwab’Mb itu? 'Ea blum lah dek…’ Gubrak….berarti slama ini…hm….jd ada sdkit illfeal saat itu…
Next..ada satu cerita lagi…yg ini di lingkungan kampus..
Langsung ke intinya saja…Saya kenal dengan seorang sosok yg patut jd panutan, seorang pemimpin, bias dibilang seperti itu..beliau itu saya tahu sejak awal tahun ini…Awalnya beliau tak terlihat dengan siapapun, namun beberapa bulan terakhir, beliau terlihat dengan seorang cewek…Nah sampai situ ga masalah…Tapi beberapa waktu kemudian, saya tahu beliau menjadi seorang tutor, yang harusnya memang jadi panutan. Stelah banyak orang tahu  kalo beliau jadi tutor, kayaknya kedekatan itu agak berkurang, jarang juga melihat berduaan…Namun, akhir2 ini,,,kq terlihat dekat lagi ea…
Sbnarnya kn itu emang urusan pribadi orang ya..tapi ketika orang tersebut menjadi sosok, yang banyak dilihat orang,,terutama adek angkatan ea. Terus apa kata mereka…koq tutor punya pacar, klo tutor saya aja punya, kenapa saya ngg…Trus klo ditanya adek2nya gmn dung?? Nantinya akan muncul banyak kekhawatiran dan pikiran2 negatif…
(CUPLIKAN MESSAGES DARI ADIK YANG SANGAT SPESIAL)

Membaca tulisan itu seperti melihat diri saya 3 tahun yang lalu. Saya seperti orang bodoh yang terjebak. Orang-orang berwajah malaikat itu terlihat seperti monster seketika. Masak melakukan hal yang menurut saya sepele saja tidak bisa. Illfeal seketika. Kabuuuurrrr….. *Gubrakk!!!*

AKU KECEWA!!!

Woi!!!... Please deh. Loe berubah karena apa? Untuk siapa?
Untuk para manipulator itu? Baiklah silakan menikmati kekecewaan sepanjang hayat.

Tetapi adikku, sungguh apakah engkau rela waktumu habis hanya untuk sebuah kekecewaan? Jika mau mencari, sangat banyak sekali celah dan kurang karena mereka adalah manusia-manusia biasa yang terus berproses menjadi baik dan ingin mengajakmu menjadi baik pula.

Tapi mereka itu sosok. Orang akan melihat kepadanya.
Lalu apakah dia tidak boleh salah sedangkan Allah tidak menghilangkan nafsu dalam dirinya setelah ia menjadi orang-orang hebat? Keadaan setiap orang itu berbeda dan selamanya tidak bisa disamakan. Ada orang yang baru bisa kita ajak naik ketangga pertama tapi ada juga yang sudah bisa langsung ke tangga 10. Lha wong sudah di tangga ke 9. It’s so simple bagi dia. Dan walaupun kita melihatnya antara 1 dan 10 tapi ternyata mereka sama-sama naik satu tingkat bukan? Tentu butuh waktu yang lebih lama untuk orang yang berangkat dari titik 0 menuju tangga ke 10. Bukan berarti kita memaklumi diri lho ya? Bagi kita yang berangkat dari titik 0 kita harus berlari untuk mengejar ketertinggalan. Iri nggak sih, umur sama-sama 18 tahun tapi dia sudah hafal Al-Quran dan menikmati Islam sedang kita masih jatuh bangun membangun keimanan? Tapi, peluh itu, dik… tidak setetes pun yang Allah lewatkan.
 Jadi, akan lebih bijak kalau kita melihat progresnya bukan membandingkannya dengan keadaan ideal. Mengajak orang pada kebaikan itu tidak bisa diartikan mengajaknya pada kebaikan ideal. Mengajak orang pada kebaikan itu mengajaknya pada kebaikan ideal berdasarkan realitasnya. Misal nih, ada seseorang yang selama 18 tahun usianya dia belum mengenal Islam. Dua tahun yang lalu setelah dia kuliah akhirnya ia memutuskan untuk memeluk islam dan memperbaiki diri (Kita tidak pernah tahu Allah menyampaikan hidayahnya kepada siapa). Dia aktif di banyak organisasi, bahkan menjadi pemimpin keren di organisasi itu. Dia juga menjadi tutor untuk menyampaikan ilmu sederhana yang ia miliki. Tapi, tentu tidak mudah merubah kebiasaan yang terbentuk selama 18 tahun dalam waktu 2 tahun saja. Terkadang tanpa sadar kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah dilarang muncul bisa secara spontan akan terhidang tanpa sadar. Adilkah kita menghakiminya? Adilkah kekecewaan itu kita sampaikan kepadanya? Jika kita melihat diri kita sendiri, tidakkah diri ini lebih mengecewakan karena selama 18 tahun berIslam belum berbuat apa-apa?

Tapi kenapa mereka harus seperti itu. Kalau memang belum baik kenapa harus pura-pura baik? Kenapa harus berpura-pura dihadapan orang yang tidak mengerti apa-apa? Seperti pembohong!
Sungguh adikku… sedikit pun tidak ada niat mereka untuk menjadi manipulator yang memakaikan topeng keindahan pada wajah buruknya, yang memakai pakaian putih suci meski hati lebih kotor dari kubangan lumpur. Itulah keterbatasan. Kalau kita menunggu semua kita baik, apakah kau ingin menyaksikan kehidupan ini hancur sebelum kita berbuat apa-apa? Kalau mereka mengeluarkan wajah-wajah monster menakutkan, engkau akan lari sebelum engkau tersentuh dengan kebaikan yang ingin mereka sampaikan. Bukankah penjual itu juga akan menyimpan barang dagangannya yang busuk? Harapannya si pembeli tak akan mendapatkan barang busuk yang merugikan itu. Kalau pun ada jualan busuk yang ternyata ketinggalan dan akhirnya diambil pembeli, itu adalah keterbatasan penjual. Percayalah… yang mereka niatkan hanya ingin mencelupkanmu pada samudra kebaikan itu.

Tapi… tapi… tapi… Ya Allah… bahkan mereka tidak bisa mempertanggungjawabkan ilmu sederhana yang mereka sampaikan.
Jangan sekali-kali berfikir mereka berani menyampaikan karena mereka sudah benar-benar baik 100%. Mereka sama seperti dirimu. Belajar. Bedanya, mereka mempunyai kesempatan untuk mengenal belajar lebih dulu. Dan kini mereka memperkenalkannya kepadamu. Kembali lagi pada kondisi manusia yang berbeda. Ibaratnya, mungkin gizi yang kita dapatkan sama tapi kebermanfaatan bagi tubuh itu bergantung kita mencerna, menyerap dan mendistribusikannya. Dan itu sangat dipengaruhi oleh organ tubuh kita. Sehat atau sakitkah?
Mungkin ilmu yang kita dapat sama, kesempatan belajar kita juga sama, tapi hidayah itu hanya Allah sampaikan pada orang-orang pilihan. Inilah yang membedakan akankah ilmu itu hanya menjadi teori atau masuk ke hati dan teraplikasi. (semoga kita termasuk orang-orang pilihan itu)

Trus, kita g boleh kecewa?
Kecewalah… kecewalah sebanyak-banyaknya. Konsekuensinya semakin banyak kekecewaan, semakin banyak tuntutanmu atas kebaikan orang lain maka target kebaikan untuk dirimu harus lebih tinggi daripada tuntutanmu terhadap orang lain. Fairkan? Disinilah kecerdikan kita berperan. Bagaimana memanfaatkan kondisi buruk untuk menjemput kebaikan. Masih percayakan bahwa semua yang Allah hidangkan itu tidak lain hanyalah kebaikan? So, let’s go!

Hemmm… takut berubah…
Husttt… orang kok takut masuk syurga!
Terkadang tuntutan-tuntutan dari saudaramu lebih besar dari apa yang engkau mampu. Apapun keadaannya jangan melakukannya hanya untuk orang lain, hanya karena tuntutan-tuntutan itu. Sehingga tanpa sadar kau akan menjadi manusia bermuka dua. Baik dihadapan orang lain tapi tidak bisa mempertanggungjawabkan kebaikan itu ketika sendiri. (Ini yang sering buat saudara kita akhirnya kecewa). Padahal, pernahkah kita temukan diri kita benar-benar sendiri? (Allah Maha Melihat). Bersabarlah dalam berproses karena berubah itu tidak sekedar memanjangkan jilbab, tidak sekedar selalu memperlihatkan senyum. bukan juga pandai beracting lemah lembut. Bawalah diri kita pada dimensi yang lebih tinggi. Bagaimana setiap apa yang kita lakukan mempunyai nilai di hadapan Allah. Kebaikan kita pada sesama belum tentu membawa kebaikan di hadapan Allah (Waspadai sombong, riya, ujub, dan sum’ah). Tapi, kebaikan kita yang tertuju pada Allah pasti akan membawa kebaikan kepada sesama.
Wallahu a’lam
(Ditulis saat teman-teman mungkin sedang menunggu kedatangan saya di sudut yang lain. Forgive me?! Akan saya coba kembali normal secepatnya.)


EmoticonEmoticon

Laman