Kamis, 29 Desember 2016

HUJAN

Tags


Hujanitu (hanya) membasahi...
Bukan membatasi...”

Dan apabila kamu telah selesai dari satu urusan,
maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain
Oleh: Ridhotun Rohmah

Hari ini hujan turun dengan derasnya. Dari pagi buta hingga siang begini, agaknya rintiknya enggan dihalau angin ke tempat lain yang mungkin saja lebih membutuhkan. Hari ini pula hari terakhirku kuliah di semester tiga, di jurusan Geography Education. Satu hal penting yang harus aku selesaikan hari ini adalah merampungkan Laporan Geografi Tanah-ku. Lalu menumpuknya di atas tumpukan laporan teman-teman yang lain di Laboratorium Geografi Fisik tepat jam empat sore. Jika melebihi itu aku harus menerima konsekuensinya, poin berkurang.
“Kamu udah sampe mana, Mah?” tanya sobat karibku yang juga sedang berkutat dengan laptopnya, Dwi namanya.
“Tinggal bikin daftar isi nih. Alhamdulillah, habis itu cuzz ke kampus deh, kumpul dan selesai...”
Aku memang sengaja menginap di kosan-nya. Berharap ada spirit lebih saat mengerjakan bersama.
“Laporan hidrologimu udah selesai?” tanyanya sembari membolak balik buku referensi sumber.
“Eh..? Laporan hidrologi juga dikumpul hari ini kah..?” aku terbengong. Wah sejujurnya aku tidak ingat sama sekali kalo laporan hidrologi harus dikumpul hari ini juga.
“Iya, Mah. Secara, hari ini kan hari terakhir kita kuliah semester ini. otomatis semua pekerjaan kita harus selesai hari ini juga..” sambungnya.
“Waduh... oke oke.. aku harus gercep nih, alias gerak cepat. Aku tinggal menyelipkan tabel-tabel yang diperlukan dalam laporan hidrologiku. Tapi... lumayan banyak sih tabelnya” jawabku sembari mengernyitkan dahi.
Serbuan hujan dengan asiknya datang. Menyentuh atap dan pelataran, semakin menderas. Membuat melodi syahdu yang nyaman didengar telinga. Semakin aku terlarut dengan pekerjaanku, aku tenggelam menikmati suasana gemericik hujan. Merasakan perciknya satu dua mendarat di ubin kos tempat aku dan karibku berjuang saat ini, mengejar deadline.
Jam dinding menampakkan jarum panjangnya mengarah ke angka dua. Itu artinya tinggal dua jam lagi laporan ini harus sudah tertata rapi di meja Pak Arif di Laboratorium Geografi Fisik.
“Duh... kayaknya enak nih hujan-hujan kek gini buat rebahan sebentar, dengan sedikit memejamkan mata. Itung-itung mengistirahatkan mata yang sudah aku dzolimi semalaman bergadang bersamaku.. hehe” celetuk partner nglaprakku sambil terkekeh. Sebenernya dia ngeledek aku, secara aku suka banget kalo tidur di saat ujan-ujan kek gini.
“Oh tidak! Plis.. my beloved friend.. aku harus menyelesaikannya sekarang juga. Tolong jangan ganggu aku dengan memecahkan konsentrasiku dengan nyamannya bobo dikala hujan yaa, Wiii....” dia malah tersenyum puas sekali. Sepertinya dia bahagia melihatku sepanik ini.
Tik tok tik tok... Jarum panjang terus berjalan menyusuri angka-angka yang ada. Sementara rintik hujan masih saja riuh berlomba makin menderas. Jari jemariku terus menyentuh keyboard sesuai titah sang empunya. Layar laptop memunculkan berbaris-baris kalimat sesuai titah processornya. Sementara air dari langit itu masih mengguyur dengan derasnya menuju bumi sesuai titah Tuhannya. Sesekali mereda kemudian menderas kembali. Akhirnya aku menyelesaikannya juga. Kedua laporanku sudah selesai dan siap untuk diprint tepat pukul tiga sore. Adzan berkumandang sayup-sayup di antara suara derasnya hujan sore itu.
“Wi.. Wi.. bangun.. udah Asar nih.. Yok Sholat dulu baru ngeprint..” kubangunkan karibku ini yang tanpa sadar dia sendiri yang ketiduran.
“Uaaaah... iya to? Oke. Kita belum mandi yak? Uugh... bau banget. Dari pagi kan kita belum mandi...” celetuknya.
“Enak aja. Yang belum mandi kan kamu, bukan kita” timpalku dengan nada ngeledek dia.
“Oh iya.. benar juga. Ya udah aku mandi lima menit. Maksimal jam tiga lebih lima belas menit kita udah selesai sholat dan siap ngeprint yaa”
“Oke..” jawabku.
Kuambil air wudhu di tempat kucuran air depan kos. Untung kos kami khusus muslimah, jadi tidak khawatir ada laki-laki yang melihat. Berrrrr.. dingin sekali air hujan sore itu. Kami tunaikan sholat Asar berjamaah. Ya berdua, karena yang berada di kos saat itu hanya kita berdua saja. Seusai sholat kami bersiap untuk meluncur ke kampus tercinta. Namun hujan belum juga mereda.
“Kita tunggu lima belas menit yaa.. kalo belum juga reda, kita terpaksa harus menerobos hujan. Kamu cari payung, Mah. Atau mantol yang bisa melindungi kita dari hujan” kata shohibku ini.
“Oke. Jangan lima belas menit lah. Kelamaan. Kita mau ngeprint broo.. nanti kalo ngantri dan lama kan bisa jadi kita numpuknya telat” jawabku.
“Yawes sepuluh menit yaa.. eh jangan. Lima menit aja.”
“Oke” kami bersepakat. Jika lima menit kemudian hujan tak kunjung reda, maka kami harus bersapa ria dengan rintik hujan yang menderas.
Satu, dua, tiga menit berlalu. Hujan agak sedikit mereda, kemudian menderas kembali. Tepat di menit terakhir kita menunggu. Diputuskanlah kami untuk bersiap dengan alat termpur dan alat pelindung kami, mantol dan payung. Kami siap menerjang hujan yang masih sedikit deras.
“Oke. Satu, dua, tigaaa gooooooooo....”
Akupun merasa seperti aku di saat delapan tahun yang lalu. Saat aku masih SD dan hujan-hujannan. Bermain air. Flashdisk tak lupa ku taruh ditempat yang aman.
“Lari wiii... lompati kubangan air itu!” teriakku.
“Jangan lari lah.. capek tau.”
Oke kita sudah sampai di tempat print. Tepat pukul setengah empat. Sepi. Hanya kami berdua yang menjadi pelanggan print saat itu. Proses ngeprint butuh waktu lama, karena kami ngeprint berlembar-lembar. Belum ngejilidnya. Jadi was-was nih. Cukup gak yaa waktunya.
Tik tok tik tok. Jam terus berjalan sesuai titah baterai yang menancap. Lima menit berlalu. Sepuluh menit. Dan akhirnya jam tiga lewat lima puluh menit semua aktivitas print dan jilid kelar juga. Jarak tempat kami ngeprint dengan Laboratorium Geografi Fisik bisa dibilang lumayan. Membutuhkan waktu lima menit menuju ke sana, jika memakai sepeda. Sementara saat ini, kami posisinya jalan kaki, hujan pula. Sudah dipastikan kami akan telat.
“Oke.. simpan laprak kita dalam kresek masing-masing dengan baik. Dan kita siap untuk berlari menerjang hujan. Menembus jam empat tepat untuk sampai di Lab. Siiiap???”
“Siiiiap komandan.”
“Semangat Lillah...” kami berseru menyemangati diri kami sendiri.
Sejatinya jika kami mengerjakan tanpa semangat, tak akan sampai kami membela untuk mengumpulkan tugas sore itu juga. Bisa saja kami kumpulkan keesokan harinya dengan menerima konsekuensi pengurangan poin yang sudah ditetapkan. Namun inilah rasa perjuangan yang ada. Bahwa hujan itu (hanya) membasahi, bukan membatasi. Apapun yang terjadi kami lakukan dengan sepenuh hati, sampai titik darah penghabisan. Mungkin pekerjaan kami tidak sesempurna mereka yang mengerjakan dengan tenang. Namun inilah hasil terbaik kami, hasil terbaik kami semaksimal kami bisa. Harapan kami semoga pekerjaan kami bisa membuat Pak Arif bahagia. J
Bahagia itu ada di sini (di hati). Dikala diri ini bisa membuat orang lain bahagia dengan kemampuan terbaik kita.
“Yooo. Tinggal beberapa meter lagi nih, Wi.... tinggal dua menit lagi waktunya” teriakku. Aku berlari lebih dulu daripada dia.
“Tungguin laaah. Capek nih aku. Basah pula. Dingin tau.” Jawabnya. Dia benar-benar terlihat kelelahan. Kuhampiri dia. Kusambar setumpuk laporannya.
“Sinih. Tak bawain aku yaaa. Aku akan berlari sekencang-kencangnya.... oke” aku berlari. Di detik-detik terakhir. Ada Azka di sana, asistennya Pak Arif.
“Azka, tungguin. Ini laporanku sama punya Dwi” kataku sambil terengah-engah.
“Owalah. Kamu hujan-hujanan? Oke lah. Presensi dulu yaa.. pas banget jam empat tepat. Siiip” jawabnya sekenanya.
“Terima kasih.” Jawabku dengan senyum terlebarku.
Hujan sudah mereda sekarang. Aku kembali ke Dwi yang masih mematung di tempat yang sama.
“Alhamdulillah. Sudah terkumpul di waktu yang tepat. Jam empat tepat. Bersyukurlah kita. Tinggal mempersiapkan responsi esok hari.” Kataku sambil memamerkan senyum puasku mengumpulkan tepat waktu.
“Alhamdulillah...” lirihnya.
Kami berjalan beriringan. Menikmati rintik hujan yang bersisa. Menikmati karuniaNya yang begitu syahdu. Mengantarkan kami pada sebuah pembelajaran bahwa tidak ada kemuliaan tanpa kesungguhan. Hujan bukanlah berarti rintangan untuk tetap berjuang hingga titik darah penghabisan. Belajar itu selain membutuhkan waktu yang lama, juga membutuhkan perjuangan yang maksimal. Tidak akan ada perjuangan yang begitu besar jika niat di dalam diri belum mengakar kuat. Akhirnya semua berawal dari niat. Jika niat kita lurus, Lillah.. insyaAlloh semua kan dimudahkan.

Dan apabila kamu telah selesai dari satu urusan,
maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain
Sekarang saatnya untuk bersungguh-sungguh mempersiapkan responsi esok hari... ^^
Bersambung...
Ditulis bersama senja, di Rumah Cahaya. Flash back 2 semester yang lalu..


Laman