Rabu, 23 Maret 2011

Air...Jangan Mubadzir...

Tags
Sambut hari air internasional dengan tidak berperilaku Israf (berlebihan). Berlebihan adalah tindakan yang terbentuk karena kita terlalu memperturutkan nafsu, melakukan sesuatu atas dasar keinginan, bukan karena kebutuhan.
Seperti yang telah kita ketahui saudara-saudariku… Air merupakan alat penyuci yang utama dalam thaharah. Syari’at telah menetapkan bahwa selama masih ada air, maka hendaklah kita tidak menggunakan alat yang lain Namun demikian yang hendaknya perlu kita cermati adalah pemanfaatan air itu agar tidak mubadzir dan terbuang begitu saja. Sia-sia, padahal banyak saudara-saudari kita di luar sana yang sangat membutuhkan air, dan tidak mendapatkan air karena kelangkaan. "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlahkamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al Israa: 26-27)
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al Araaf: 31)
Dalam contoh sehari-hari, saat menggunakan air wudhu dan saat makan janganlah berlebihan, kalau kurang lebih baik menambah daripada mengambil secara berlebihan dan sisanya terbuang percuma. Ingat, semua perbuatan kita akan dipertanggung jawabkan, termasuk kelebihan yang mubadzir tadi.
URGENSI THAHARAH
Hampir dalam setiap kitab fiqh, para fuqaha selalu menyimpan pembahasan thaharah sebagai sesuatu yang dibahas di awal BAB. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kebersihan atau kesucian dalam Islam. Selain dapat menjaga ummatnya dari berbagai penyakit, thaharah dalam Islam juga berperan sebagai syarat dari sahnya sebuah peribadahan. Seseorang tidak dapat beribadah saat ia memiliki hadats. Ia pun tidak dapat beribadah saat pakaian atau tempat yang akan dilaksanakannya peribadahan terkena najis. Karena urgensinya dalam menegakkan tiang-tiang diin ini, Rasulullah saw. bersabda tentang thaharah, “Ath-Thahuur (suci) itu sebagian daripada Iman.” Dalam al-Quran, Allah swt. menegaskan betapa pentingnya thaharah dalam Islam. Allah swt. berfirman.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah, 2: 222)
Dan pakaianmu bersihkanlah.” (QS. Al-Muddatstsir, 74: 4)
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams, 91: 9-10)
Allah juga berfirman tentang kewajiban berwudhu untuk membersihkan hadats kecil serta mandi untuk membersihkan hadats besar. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka bersucilah.” (QS. Al-Maa’idah, 5: 6)
Artinya, tidak akan diterima setiap ibadah yang kita lakukan jika tidak dilakukan dalam kondisi badan yang suci dan bersih. Begitulah Islam mengajarkan sebuah sikap yang sangat menjaga kebersihan dan kesucian. Rasulullah, dalam sabdanya yang lain memberikan gambaran bahwa Allah swt. hanya menyukai yang baik-baik. “Sesungguhnya Allah itu thayyib dan tidak menerima sesuatu kecuali yang thayyib.” Sebagaimana sabdanya juga “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”
Kebersihan dan kesucian adalah hal yang thayyib yang akan menjadi syarat diterimanya segala sesuatu. Maka dari itu, tidak ada alasan bagi setiap mu’min untuk tidak menjaga kebersihan dan kesucian diri dan lingkungannya. Jika seorang mu’min tidak peduli terhadap kondisi lingkungannya, maka tentulah imannya belum sempurna sebagaimana seorang yang sedang shalat yang kemudian melupakan salah satu dari rukun shalat. Sudah tentu shalatnya tidak diterima. Jangan sampai, keimanan kita tidak diterima oleh Allah swt. dikarenakan kita lalai dalam menjaga kebersihan dan kesucian, baik diri maupun lingkungan kita.dan juga….hindari perilaku syaithan…mubadzir dalam menggunakan air untuk bersuci..hemat air…Met hari air,,,,,,^_~

Akh Ukh, Saya Butuh Perhatian

Tags
Oleh Azam_Arfa

Bismillah..

Staf mungkin sebuah kedudukan yang umum akan ditempati oleh seseorang yang masuk sebuah lembaga. Meski memang beberapa orang ada yang langsung menjadi Kadep/koakh atau kedudukan tertentu di atas staf dan ada pula yang selama dua periode menempatai posisi sebagai staf. Yang pasti kedudukan sebagai seorang staf memiliki peran yang sangat penting dalam eksistensi sebuah lembaga. Sayangnya beberapa orang belum terlalu memahami hal ini, bahkan terkadang ada yang cukup acuh dengan keberadaan seorang staf. Yang perlu untuk dipahami disini bukan sebatas mengakui keberadaannya saja, melainkan sebuah perhatian dari seorang kadep/koakh/mas'ul atau kita samakan saja dengan kata qiyadah..

Dia memiliki peran yang penting dalam eksistensi sebuah lembaga, tanpa staf sebuah lembaga akan dipertanyakan keeksistensiannya atau keorganisasiannya. Oleh karennya sebagai seorang qiyadah perlu kiranya untuk memperhatikan kenyamanan stafnya dalam lembaga yang ia pimpin. Hal yang mungkin dianggap sepele oleh sebagain kita, terkadang sangat berharga bagi staf. Misalnya tanya kabar, kondisi, atau mungkin ngajak jalan-jalan, ngobrol, main tebak-tebakkan, atau ngajakin makan, bila perlu ditraktir. (Lo punya duit tak apa, heheheh...). Mungkin konkritnya bisa kita rasakan sendiri saat menjadi staf, dimanapun itu. Kita akan merasa perlu untuk diperhatikan oleh qiyadah kita. Seolah dia adalah orang tua atau kakak kita, tentunya perhatian itu akan sangat berharga sekali.

Tidak hanya bentuk perhatian seperti dituliskan diatas, ada berbagai macam hal bentuk perhatian yang akan membuat staf-staf kita nanti akan merasa diperhatikan. Misalnya saja, ketika dalam agenda-agenda lembaga atau depertemen, kita bisa memberikan kepercayaan sebuah kedudukan yang cukup penting. Bisa juga mengajaknya dalam sebuah pertemuan-pertemuan penting, yang kemudian efeknya dapat memberikan pengalaman yang mendidik dan tentu berkesan bagi mereka. Saya rasa hal ini pun pernah dilakukan oleh kakeknya Rasulullah kala beliau masih kecil. Rasulullah kecil dulu selalu dibawa dalam pertemuan-pertemuan pemuka quraisy untuk membicarakan hal-hal penting. Kita dapat melihat hasilnya, Rasulullah adalah orang yang pandai berbicara dan sangat berpengaruh. Kita dapat belajar dari kepemimpinan beliau, dan para sahabat/sahabiyah saat memerankan sebagai seorang qiyadah.

Tentu anda lebih memahami hal ini, dan tidak semua apa yang tertulis ini kemudian akan tepat jika diperankan oleh sahabat sekalian. Tapi setidaknya tulisan ini dapat merefleksikan pada diri kita, bahwa jundi/staf kita butuh perhatian kita sebagi qiyadahnya. Peran-peran sebagai seorang mas'ul, sekjen, kadep/koakh, akan sangat mendapatkan sorotan dari para staf/jundinya. Memahami peran kita jauh lebih penting dari sekedar memahami posisi kita.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat, Wallahualam bi shawab

Juga dimuat di http://azamarfa.blogspot.com/

Minggu, 06 Maret 2011

Ikhlaslah Beramal


Bicara tentang iklhlas, saya jadi teringat film "Kiamat Sudah Dekat", ketika tokoh utama yang dibintangi Andre "Stinky" -seorang anak band yang urakan- ingin menikah dengan puteri seorang Kyai. Permasalahan muncul ketika Kyai tersebut memberi syarat-syarat yang sebenarnya semula berniat ingin memberatkan, agar dia tidak jadi nikah dengan anaknya, karena Sang Kyai sudah punya calon yang dianggapnya mebih baik. Semua syarat diberikan, mulai dari disuruh sunat (supit), harus bisa sholat, bisa ngaji dan ditanya tentang pekerjaan, dan semua ternyata bisa dipenuhi. Hingga pada akhirnya Sang Kyai memberi syarat terakhir -yang lagi-lagi agar memberatkan dan tidak jadi nikah dengan anaknya-, dia memberi syarat agar cowok ini memepelajari ‘ilmu ikhlas’, dalam rentang dua minggu.


Keinginan sudah terlanjur kuat. Cowok ini menyanggupi. Teman-teman bandnya dikerahkan, mencari berbagai referensi, ngobrak-abrik perpustakaan, cari-cari di berbagai toko buku untuk mencari ‘ilmu ikhlas’. Setiap buku yang ada kata 'ikhlas' di dalamnya langsung diambil dan dibeli. Bahkan disatu tempat, teman-temannya ngajak mencabut plang masjid 'Al-Ikhlas'. Lol.

Setiap hari dia habiskan buat membaca buku-buku itu. Bahkan bandnya hampir-hampir dibubarkan karena cowok ini jadi jarang latihan.

Dua minggu berlalu. Cowok ini ternyata tak kunjung menemukan apa yang disebut sebagai ‘ilmu ikhlas’. Ahirnya dia mendatangi Kyai dan berkata pasrah: "Pak Kyai, saya tidak bisa menemukan ilmu ikhlas yang Anda syaratkan. Saya sudah dapat banyak pelajaran dari syarat yang diajukan, sekarang saya bisa sholat dan mengaji, keluarga sayapun demikian. Saya rela meskipun tidak jadi menikah sama puteri Anda". Namun justru karena inilah, Sang Kyai menyadari bahwa si cowok telah menemukan ilmu ikhlas itu, singkat cerita dia pun dinikahkan dengan anaknya.

Melihat kisah tersebut kira-kira apa yang kita fikirkan? (ga ada). Hemm.. baiklah, saya tidak tahu harus menyambungkannya dari sebelah mana, yang jelas di sini saya ingin menyampaikan tentang keikhlasan.

IKHLAS IS...
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersoh tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-NYA dan tidak menyekutuan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangngkan secara istilah, ijhlas berarti mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukannya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

SYARAT DITERIMANYA AMAL
Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa ikhlas merupakan salah satu syarat utama diterimanya amal. Simak beberapa dalil ini.
Firman Allah dalam Al-Qur'an (yang artinya): "Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya (mukhlis)." (QS. Az-Zumar [39]: 2).
Rasulullah Saw. bersabda (yang artinya): "Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan dilakukakan karena mengharap ridha Allah semata" (HR. An-Nasai dan Abu Dawud).
Imam Syafii pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesugguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah ‘Azza wa Jalla”
Seperti itulah pentingnya ikhlas. Sedemikian pentingnya ikhlas ini hingga menjadi pembatas diterima atau tidaknya amal seseorang. Saya kira tidak perlu diberi pembahasan terlalu panjang dibagian ini.

CIRI IKHLAS?
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana agar kita bisa merasakan dan mencoba mengidentifikasi keikhlasan? Apakah bisa seseorang mengatakan: "Dia itu ga ikhlas, cuma pengen dipuji" atau: "Kalo ngasi itu yang ikhlas, dong!". Seolah dia sangat tahu isi hatinya. Lebih adil dan layak, sebenarnya perkara keikhasan adalah prerogatif si pelaku. Dia yang bisa menentukan dan merasakan. Akan cukup sulit memang jika kita ingin menilai keikhlasan orang lain secara dzahir. Namun cara yang paling mudah untuk mengukur keikhlasan seseorang menurut Al-Banna: "Di antara tanda keikhlasan adalah jika engkau suka menyembunyikan kebaikanmu dan tidak suka menyembunyikan kesalahanmu."

Ya, kira-kira seperti itulah ciri keikhlasan. Kita sedemikian enggan mnggebar-gemborkan amalan yang dilakukan. Atau secara khusus dalam amalan sedekah, keterangan lain mengatakan : “Jika tangan kananmu memberi, maka janganlah tangan kirimu sampai mengetahui”. Ini artinya ketika kita berinfaq atau shodaqah dengan tangan kanan, maka tangan kiri kita harus disimpan dibelakang, atau dimasukan ke saku celana, kecuali yang kidal (LHO..?! ngawur). Tentu maksudnya bukan begitu, artinya ini bagian dari kehati-hatian dan penjagaan hati agar tidak menimbulkan niatan lain selain karena Allah (riya’). Riya' hanya bisa membuat Allah 'cemburu', karena riya' adalah menduakan Allah syirik (kecil). Ada orientasi selain Allah.

Dalam satu kesempatan, AA Gym pernah menyampaikan bahwa analogi ikhlas adalah seperti kita sedang (maaf) BAB alias Buang Air Besar (entah sebesar apa airnya). Pernah buang air besar, kan? Nah, ketika buang air besar, -apalagi jika di daerah umum (sekolah, kampus, dll.)- maka kita akan berusaha melakukannya serapi dan seefisien mungkin, bukan? Pintu WC dikunci rapat-rapat, pelucutan celana setenang mungkin. Kita pun mulai bertapa (baca: jongkok) dengan sangat berhati-hati dan berusaha mengeluarkan “itu” se-silent-silent-nya, seperti jargon mobil Panther hingga :”nyaris tak terdengar”. Bahkan jika masih kurang, keran airpun dinyalakan untuk meredam dentuman-dentuman roket yang tidak terkontrol. Sementara tangan hanya bisa berpegang teguh pada gayung yang ada. Kemudian ketika selesai, segera diguyur hingga bersih, dan kita keluar sambil bersiul seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Begitulah seharusnya dalam beramal. Dilakukan dengan ikhlas. Kita mengerahkan apapun semaksimal mungkin ketika amal itu dilakukan. Namun jika sudah selesai, lupakan! Cukup Allah yang menilai.

Wallahu A’lam.

(Diar Rosdayana)

Laman