Rabu, 15 Juni 2011

Muslim Negarawan

Tags
Muslim negarawan, sepertinya sebuah istilah yang sudah tidak asing lagi di telinga saya dan mungkin di telinga para pembaca semuanya. Islam sejak masa Rasulullah hingga saat ini sudah tidak asing lagi dengan dunia politik dan urusan tentang negara. Kita kenal madinah, sebuah wilayah yang kita kenal sebagai wilayah paling sukses menerapkan hukum yang kita kenal dengan piagam madinah. Sebuah piagam yang diambil nilai-nilainya dari hukum Allah. Madinah adalah sebuah dambaan bagi setiap pemimpin dunia untuk mewujudkan negaranya menjadi layaknya madinah yang kita kenal dengan masayarakat madani.

Masayarakat madanai ini tak lepas dari seorang tokoh pemimpin dunia yang sangat tidak asing algi yaitu Rasulullah Muhammad Saw. Sosok pemimpin yang sangat jujur, amanah, penyampai pesan yang baik, dan sangat cerdas. Sosok pemimpin yang sangat didambakan oleh setiap umat manusia. Beliau yang dilahirkan dengan kondisi yatim dan kemudian disusul ibundanya yang meninggal kala beliau masih berusia enam tahun. Beliau yang saat masih muda dijuluki Al-Amin oleh para penduduk setempat karena kejujurannya. Sosok seperti beliaulah yang cocok memimpin Indonesia bahkan dunia saat ini.

Jika saat ini Indonesia sedang kehabisan stok pemimpin yang jujur, amanah, seorang penyampai pesan yang baik, dan sosok yang cerdas. Maka patutlah jika kita menjadikan Rasulullah sebagai teladan yang baik bagi kita. Memang banyak yang menyangsikan, karena ketiadaan beliau karena telah wafat. Tapi bagi saya itu bukanlah alasan. Banyak sirah-sirah yang ditulis oleh para pakar yang baik. Bnyak yang menulisakan biografi tentang beliau. Banyak pula yang menulisakn  tentang kepribadian beliau. Jadi bukanlah alasan tidak ada contoh atau teladan saat ini untuk dijadikan tokoh idaman bagi diri kita yang kelak akan menjadi pemimpin, karena sudah kodratnya, setiap kalian adalah pemimpin.

Musliam negarawan bagi saya bukanlah hal yang tabu atau bahkan mustahil. Islam sangat sempurna (syumul), membahas segalanya dalam kitab suci yang abadi sepanjang zaman Al-Qur'an. Tidaklah mustahil untuk seorang muslim menjadi suri tauladan, menjadi seorang oemimpin layaknya Rasulullah, meski tidak sesempurna Rasulullah. Abu Bakar kala beliau menjadi seorang Khalifah sempat berkata, "Sya bukanlah orang yang paling baik diantara kalian." Itu benar, karena segala sesuatu yang baik hanyalah milik Allah, tugas kita hanya menyampaikannya. Abu Bakar pun pernah meminta para sahabatnya untuk membantunya menyelesaikan masalah. Berarti ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kebijaksanaan seorang pemimpin terletak pada saat dia bisa melibatkan setiap individu yang dipimpinnya untuk turut berpartisipasi dalam setiap keberlangsungan negaranya.

Jika banyak yang meributkan tentang sistem kekhlaifahan di Indoensia, maka sangat terlalu prematur jika mereka lupa memperhatikan, kondisi masyarakatnya. Bukan pada kemajemukannya saja, melainkan lebih pada kepahaman tentang sistem pemerintahan Islam yang sesungguhnya. Madinah yang kala itu juga majemuk, dengan tiga agama yang ada di dalamnya, ada Islam, Yahudi, dan Kristiani telah mampu menunjukkan eksistensinya sebagai pemerintahan Islam yang memperhatiakan hak setiap individu yang ada di dalam naungannya. Rasulullah sebagai pemimpinnya kala itu telah menunjukkan keadilannya dalam memimpin setiap individu yang ada di dalam naungannya. karena itulah yang seharusnya diperhatikan setiap pemimpin dalam memimpin rakyatnya.

Kepemimpinan Islam itu butuh pemahaman pada diri setiap individu yang hidup di dalamnya, dan seorang pemimpin butuh kebijaksanaan yang dapat diterima setiap hati rakyatnya. Sososk muslim negarawan yang sangat baik adalah Rasulullah, para sahabtanya (khulafaur rasyidin), dan para pemimpin Islam lain yang telah berhasil menjadikan jiwa setiap rakyatnya adalah kesatria Islam sejati, seperti Muhammad Al Fatih, Hasan Al-Bana, Sayyid Quthb, dan masih banyak lagi lainnya. Masih ada juga para pemimpin yang meski mereka bukan seorang muslim, tapi terbukti mampu memimpin dan memberikan pengaruh besar dalam diri setiap rakyatnya, diantaranya adalah Abraham Lincoln, Mahatma Gandi, dan lainnya.


Betapa banyak teladan untuk dijadikan teladan mulai dari yang muslaim sampai mereka yang non muslim, dan sebagai seorang muslim tentu harus lebih paham bagaimana sifat kepemimpinan yang baik, karena mempunyai contoh yang sangat luar buasa yaitu Rasulullah Muhammad Saw untuk dijadikan teladan sebagai muslim negarawan.

Kamis, 09 Juni 2011

Trauma akut Indonesia "Akan Segera Bangkit"

Tags
Oleh Azam-Arfa
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan”. (Paragrap pertama Pembukaan UUD 45).

Indonesia adalah sebuah negara besar yang didirikan dengan semangat kekeluargaan. Perjuangan untuk terbebas dari penjajahan sepertinya telah terlepas pada tahun 1945, yang kemudian Ir. Soekarno dan Bung Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Sangat membekas dalam ingatan kita tentang paragraf pertama dalam Pembukaan UUD 1945 yang ada di atas. Indonesia yang sangat menjunjung sebuah kemerdekaan tanpa penjajahan, baik itu secara fisik, politik, ekonomi, ideologi, dan sebagainya. Indonesia yang sangat mengedepankan nilai-nilai gotong royong yang tersirat dalam Pancasila sebagai dasar negara. Namun bisa kita lihat Indonesia sekrang.

Seolah telah kembali terjajah secara pemikiran, ekonomi, politik, dan fisik (meski tidak secara langsung). Pancasila yang dulu digadang-gadang oleh Ir. Soekarno sebagai ideologi yang mampu menaungi dua ideologi besar yang ada di dunia. pancasila sebagai ideologi yang diambil dari nilai-nilai asli yang ada di tanah Indonesia, kini seolah hanya sebagai pajangan di lembaga-lembaga negara, sekolah-sekolah, dan kantor-kantor lainnya, serta yang selalu dibacakan ketika upacara bendera yang setiap hari senin dan upacara kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus, namun tanpa ada penghayatan yang jelas tentang nilai-nilainya.

Rasanya baru kemarin kita memperingati hari lahirnya Pancasila, namun lihatlah pada hari itu, seolah tak ada bedanya dengan hari-hari yang lain. Berbeda saat tahun baru dan hari valentine yang sangat ramai. Apakah 1 Juni itu jauh sangat tidak penting dibandingkan tahun baru dan hari valentine? Rasanya miris sekali, apakah ini karena trauma akut yang diderita Bangsa Indonesia?

Kecewa terhadap rezim kala itu yang memanfaatkan pancasila sebagai alat kekuasaan itu wajar, tapi bagi saya, melupakan pancasila sebagai dasar negara itu sudah merupakan ketidak wajaran bagi negara yang berhasil merdeka dengan sebuah takbir terhadap Allah Yang Esa, yang tentu tersirat dalam sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa". Ketidak wajaran bagi saya dengan saling menghormatinya karena kemajemukan tanah Indoensia dan dengan semangat kekeluargaannya yang tersirat dalam sila kedua, tiga dan empat. Sebuah ketidakwajaran ketika ketidakadilan justru menjadi hal sangat lumrah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang ini sangat menyimpang dari sila kelima.

Sungguh trauma akut ini hendaknya disadari oleh segenap rakyat Indoensia. Pemimpin yang seharusnya mencontohkan tentang nilai-nilai Pancasila, justru sangat menghianati apa itu gotong royong. Terlalu banyak kepentingan yang membuat Pancasila terlupakan. Menjajah bangsa sendiri justru menjadi hal yang lumrah, yang penting hak-hak pribadinya tidak terjajah. Apakah ini mental para pemimpin saat ini?

Bayangkan saja, tanah papua yang sangat kaya, justru seolah yang paling miskin jika dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain. Gunung emas dan sumber daya mineral lainnya yang ada di sana, justru menjadi neraka tersendiri bagi para penduduk lokal. Dikeruk habis-habisan tanpa mereka tahu, betapa banyak kekayaan sesunggunya tanah papua.
Pemandangan yang terlalu terbiasa jika kita jalan-jalan ke kota-kota besar. Pengemis, anak-anak jalan, para pengamen, pedagang asongan, pemungut barang-barang bekas, para pencopet dan perampok, itu adalah potret penjajahan oleh bangsanya sendiri. Kekayaan alam Indonesia justru malapetaka bagi rakyatnya. Memang sekali lagi, lunturnya nilai-nilai Pancasila telah menjadi penyakit akut.

Perlu adanya kesadaran dari pribadi setiap umat, karena dengan demikianlah kita akan dapat memahami urgensi dari kegotongroyongan. Bhineka Tunggal Ika adalah sebuah semboyan yang terpatri jelas dalam pita yang dicengkram sang garuda. Tameng-tameng Pancasila yang dikalingkan pada leher sang garuda adalah bukti betapa tangguhnya sesungguhnya bangsa ini. Luasnya tanah Indonesia menunjukkan sesungguhnya kualitas manusia-manusia Indonesia yang mampu mengolah tanah pertiwi ini. Sebuah kualitas yang tidak dapat dimiliki oleh bangsa lain. Hanya saja, manusia-manusia Indonesia belum tahu cara mengolah tanah ini. Belum tahu tahap-tahap untuk mengolahnya, dan belum tahu lagi, bagaimana caranya mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya sesuai dengan nilai-nilai Allah, khususnya tentang janji Allah yang akan memberikan berkah terhadap sebuah negara yang rakyatnya beriman dan bertaqwa. Indonesia-lah negara itu, Indonesia-lah negara besar itu, yang akan segera bangkit dengan segenap syukur terhadap Allah Tuhan Semesta Alam.

Laman