Valentine dan Hijab Perspektif Moral
Valentine
Day, kata yang tak asing dan terdengar kian santer pada akhir-akhir ini.
Tanggal 14 Februari ditetapkan sebagai hari puncak perayaan kasih sayang. Kasih
sayang, kasih sayang, dan kasih sayang. Kata yang dielu-elukan sepanjang hari. Pada
hari tersebut orang diperboleh bahkan di anjurkan untuk menunjukkan kasih
sayangnya. Apa saja boleh dilakukan yang penting dapat menyenangkan dan memanjakan
pasangan.
Hari valentine menjadi fenomena di Indonesia
yang hampir sudah membudaya dikalangan anak muda. Kita ketahui bersama, hari
valentine seolah hari besar yang dinanti kedatangannya karena menurut mereka
yang merayakannya, hari itu adalah hari pembuktian kasih sayang diantara mereka.
Keberadaannya secara tidak langsung telah diterima oleh masyarakat, terbukti
dengan banyaknya masyarakat, khususnya anak muda, yang ikut merayakan. Namun
hal yang sangat disayangkan adalah penerimaan dan perayaan hari valentine ini hanya
sekedar ikut-ikutan dan tidak dibarengi dengan ilmu tentang asal-usul dan seluk-beluknya.
Dari mana asalnya, apa yang menjadi
latar belakangnya, misi apa yang dibawanya, apa akibat dari perayaan hari
tersebut, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti ini sangatlah
penting sebagai upaya klarifikasi sebelum kita benar-benar menerimanya. Mungkin
tidak berlebihan, bagaimana bisa kita menerima sesuatu yang hal itu tak pernah
kita kenal, tak pernah kita tahu asal-usulnya dan tak pernah kita tahu akibat
yang akan ditimbulkannya, karena amal tanpa ilmu bisa saja membuat kita menuju
pada lubang kebinasan.
Cinta dan kasih
sayang, adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam hati ciptaannya. Sang Pemberi
cinta pun tak pernah melarang para kaumnya untuk mencintai sesama. Rasa cinta
tak pernah salah, namun mereka (sang pecintalah) yang terkadang salah dalam
penerapannya. Cinta dan kasih sayang yang utama adalah pada seorang hamba
terhadap Tuhannya, umat terhadap Nabinya. Kasih sayang, suami terhadap istrinya,
orang tua pada anaknya, kakek-nenek pada cucunya atau adik pada kakaknya,
keluarga terhadap tetangganya, dan kasih sayang lain yang menjadi fitrah dalam
diri manusia. Kasih sayang itulah yang tumbuh bersemi dalam setiap hembusan
nafas, setiap jam, menit bahkan detik. Bukan cinta dan kasih sayang yang
tercurah pada tanggal 14 Februari saja.
Namun yang terjadi sekarang adalah
sebaliknya, valentine dirayakan sebagai hari kasih sayang oleh pasangan
muda-mudi yang belum ada ikatan pernikahan bahkan melanda kalangan pelajar
SMP-SMA. Unsur kasih sayang yang biasa tumbuh dalam keluarga justru malah tidak
tampak sama sekali. Momen ini dimanfaatkan oleh pasangan muda –mudi untuk
berfoya-foya, memanjakan pasangan tanpa batas, menomor satukan kenikmatan dan
mengabaikan segala nilai dan moral yang ada. Ini menjadi ketakutan kita bersama, ditengah
kemerosotan moral dan karakter yang sedang melanda, kini ditambah dengan adanya
valentine day. Rusaknya generasi
diawali dengan rusaknya moral dan karakter. Bukankah sering kita bicarakannya? Indonesia
adalah negara ketimuran, yang menganut dan menjunjung adat budaya ketimuran, budaya keislaman. Budaya
yang bermoral, beradab, berkarakter, kebebasan yang bertanggung jawab. Bukan
kebebasan yang tanpa batas.
Seiring dengan semakin menggejalanya
valentine day, banyak organisasi atau
komunitas yang berupaya untuk meluruskannya. Ini bukan upaya makar dan
sebagainya. Tetapi ini adalah bentuk kepedulian, kecintaan dan kasih sayang
yang sebenar-benarnya dan sesungguh-sungguhnya. Kecintaan pada generasi penerus
dan pelurus. Dibuktikan dengan upaya-upaya untuk mengajak generasi muda menunjukkan
kasih sayang dan merayakan kasih sayang dengan cara yang baik dan benar sesuai
dengan budaya, adab, moral dan karakter ketimuran, sesuai dengan ajaran dan
syariat islam.
Hijab day adalah salah satunya. Islam
datang sebagai solusi dan petunjuk bagi para generasi muda yang selalu
diharap-harapkan sebagai generasi penerus bangsa. Hijab
day
adalah gerakan untuk mengajak umat islam khususnya yang perempuan untuk menutup
aurot . Begitu juga bagi yang laki-laki untuk menyuarakan gerakan menutup aurot.
Karena laki-laki juga punya hak untuk tidak melihat aurot wanita. Allah SWT
telah memerintahkan kita untuk berhijab secara jelas dalam Al Qur’an pada surat
Al Ahzab ayat 59; yang berbunyi “ Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istri,
anak-anak perempuan dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah
dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
Ada
kebebasan interaksi antara laki-laki dan perempuan, tetapi tetap pada batas-batas tertentu. Batas yang
akan menjadi penjaga kehormatan baik bagi lelaki maupun perempuan. Karena tidak
dipungkiri jika interaksi antara keduanya yang tidak dibatasi akan lebih banyak
menimbulkan mudharad daripada kebaikan. Selain itu perempuan juga diwajibkan
untuk menutup seluruh aurotnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Yang boleh
terlihat oleh lawan jenis hanya wajah dan telapak tangan. Bagaimana dengan yang
laki-laki? Laki-laki juga harus menutup aurotnya dari pusar hingga lutut.
Gerakan
menutup aurot adalah solusi, untuk melindungi dan mempertahankan moral bagi
generasi muda. Sedang hijab adalah batas yang akan menjaga interaksi diantara
mereka. Adanya jarak atau pembatas ketika berada dalam satu ruangan maupun luar
ruangan, dilarang untuk saling memandang antara lelaki dan perempuan, dilarang
untuk berduaan dan sebagainya. Hal ini akan meminimalisir timbulnya rasa dan
keinginan yang tidak baik. Sehingga kecenderungan untuk menjadi manusia yang
bermoral dan berkarakter sesuai dengan kebudayaan ketimuran dan kebudayaan
islam akan semakin kental. Bukankah pendidiakan moral, pendidikan karakter
sedang digalakkan keberadaanya di negeri ini? Lalu apa lagi yang masih
diragukan, mari kita sukseskan gerakan hijab, gerakan moral untuk membangun
karakter bangsa. Menjadikan generasi muda yang bermoral, berkarakter, dan
sholih-sholihah. Sekaligus kita selamatkan bangsa dari krisis moral yang sedang
melanda.
#Media Al-Ishlah 2015