Minggu, 30 Oktober 2011

DIALOG POHON TALOK

Tags

Oleh Inung Pratiwi
Sudah lama tidak mengunjungiku. Kenapa sore ini kau tiba-tiba muncul? oh, kau menangis? ya...ya...ya... kau memang hanya akan mengunjungiku saat tembok-tembok ketegaran itu runtuh, saat simpul-simpul keikhlasan itu tak lagi terkait dan saat anak-anak sungai kesabaran itu tlah sampai pada muara murka. Aku tahu kau datang bukan untuk memohon pertolongan, karena kau sangat setia pada penolongmu yang tak pernah terganti. Kau hanya ingin bernaung dari pancaran-pancaran pijar yang semakin membuat tubuhmu ingin meledak. iyakan?
"Hei, kau!" Kau tidak menghiraukan sapaanku? Kau ingin jadi tamu tidak sopan rupanya. atau kau tidak mendengarku?
"Hei. Ada apa." Aku mencoba sok perhatian. Kau tetap tidak menghiraukan.
"Assalamualaikum?!" Kali ini bersamaan dengan salam kusertakan peluru kecilku yang tepat mengenai keningnya yang menengadah.
"Waalaikumsalam! Kalau mau salam yang baik, jangan main lempar peluru." Dia akhirnya merespon sambil mengunyah peluru kecilku yang tertangkap pangkuannya.
"Pelurumu sangat manis. Ini yang membuatku sangat suka mengunjungimu. Lempar lagi!" Tambahmu.
"Satu peluru, satu pertanyaan." Kau mendengus kesal tapi kemudian tersenyum sangat manis. Mungkin lebih manis dari peluruku. Sayang aku belum pernah merasakan peluruku sendiri.
"Kau kenapa?"
"Tidak. Aku hanya menyesal pada diriku sendiri."
"Kenapa?"
"Waktu terus berlari tanpa memberiku kesempatan untuk bernafas dengan sebuah penundaan. Umurku semakin menipis tapi, bahkan kau tidak melihat aku lebih baikkan?"
"Aku melihatnya. Aku melihatnya banyak."
"Tapi masih banyak celah yang harus di tambal karena celah-celah itu sering menenggelamkan orang lain dalam prasangka dan kecewa."
"Sudah kau periksa belum sholatmu?"
"Aku tidak pernah meninggalkan shalat 5 waktu, bahkan aku selalu menunaikannya tepat waktu dan berjamaah. Aku juga menambahnya dengan banyak shalat sunnah."
"Subhanallah... coba cek al-fatihahmu!"
"Aku membacanya dengan baik dan hati-hati. Tidak pernah satu pun dari 11 tasydid dalam Al-Fatihah yang tertinggal."
"Subhanallah... coba periksa lagi artinya."
"Bahkan aku sangat menghafalnya."
"Subhanallah... coba teliti lagi di ayat ke enam!"
"Ihdinashirothol mustaqiim. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus. Apakah ada yang salah?"
"Tidak. Tapi, Memaknai shirothol mustaqim sebagai jalan yang lurus hanyalah ¼ makna saja. Mustaqim lebih bermakna istiqomah. Dan... jalan itu perlu untuk dicari. Bukan di peta, bukan di web, bukan di buku, bukan juga di bawah naunganku. Tapi di dalam dirimu sendiri. jika kau memaknainya dengan benar harusnya kau menjadi pribadi yang menawan karena kriteria Shirathal mustaqiim adalah jalan yang lurus dengan sabar, jalan yang mulus hasil dari kesabaran, jalan yang sepi dengan zuhud dan jalan yang menurun dengan tawadhu'."
aku melihat kau mengerutkan kening hingga alis tebalmu menyatu.
"Separah itukah ibadahku?"
"Ya... manusia emang demen memisahkan apa-apa yang seharusnya berkaitan. Akhlaq itu cermin dari aqidah dan ibadah. Jadi periksalah aqidah dan ibadahmu jika akhlaqmu tidak beres. peneliatian aja sekarang sudah mulai beralih pada metode kualitatif. Masa, kita masih ngitung-ngitung jumlah amal? gaul dikit dong. saatnya beralih pada analisis menuju penilaian secara kualitatif. walau pun penilaian teradil itu dari Allah, tapi tidak ada larangan untuk mengevaluasi diri sendirikan?"
"Berat ya?"
"Pengecut."
"Aww!!!" Hahaha... peluruku tepat mengenai mata hitamnya yang berkilau indah.
"Oh... untuk berapa pertanyaan kau tidak melemparkan pelurumu? curang!"
"Oh iya, aku lupa."
"Dasar, pohon talok pelupa. berapa usiamu?"
"Tidak perlu kau tahu berapa usiaku. Yang pasti aku selalu bisa membuatmu kembali tersenyumkan?"
Kau tidak menjawab. Hanya senyum menawan yang kau suguhkan kepadaku penuh sipu lugu.

Manusia kecilku. Kini kau tak lagi ingusan. Kau sudah menjelma menjadi gadis cantik sekarang. Teruslah ajak hati dan akalmu untuk merasa dan berfikir, nak. Karena itu yang akan membawamu pada kedewasaan iman, amal, dan akhlaq. Kau akan selalu merasa kurang dengan dirimu. Itu wajar. Karena selain menganugerahkan TAQWA, Allah juga menganugerahkan FUJUR kepadamu. Tapi, di sinilah kau punya peluang untuk melakukan kebaikan yang nilai timbangannya lebih berat daripada malaikat. Jadi, jangan pernah mengeluh anakku, karena pada perinsipnya hidup ini keseluruhanya adalah kebaikan.
Teruslah berjuang untuk menjadi lebih baik dan terbaik, nak. Jangan pernah kecewakan Allah yang hanya ingin engkau menyembah kepada-Nya.


EmoticonEmoticon

Laman