Senin, 31 Oktober 2011

Ikan Paus..

Tags

Oleh Witantri Swandini
Setitik jadilah lautan.

Siang itu di sebuah taman kanak – kanak. Ibu guru meminta anak – anak untuk menggambar bebas. Ada yang menggambar pemandangan, ada gunung dan sawah. Ada sungai dan pantai. Ada hutan dan taman. Ada yang menggambar suasana. Ayah dan ibu bergandengan tangan dengan 2 anaknya. Bibi berbelanja ke pasar dengan sepeda. Nenek menyulam dan kakek membaca koran. Dan beberapa gambar – gambar lain yang ‘biasa – biasa saja’.

Seorang anak lelaki di kelas itu agak lain. Dia penuhi kertas gambarnya yang berukuran A3 dengan sapuan crayon berwarna hitam. Hanya hitam. Hitam seluruhnya, sepenuhnya. Gurunya tercenung. Tapi bu guru tak sempat bertanya karena sebentar kemudian waktu pulang tiba.. sambil menepukkan tangan di depan dada buguru berkata “gambarnya diselesaikan di rumah ya anak – anak. Minggu depan dikumpulkan”.

Tak dinyana, di rumahnya pun anak ini meneruskan keanehannya. Berlembar – lembar kertas ukuran A3 dipenuhinya dengan sapuan warna hitam hingga berkali – kali sang ibu harus ke toko alat tulis untuk membelikannya satu set crayon. Dan ia hanya memakai crayon berwarna hitam.. hari demi hari, setiap ada kesempatan dan waktu, anak ini selalu menambah karya gelapnya. Di rumah juga di sekolah. Tumpukan kertas gambar yang telah dikerjakannya membuat sang ayah geleng – geleng kepala. sang ibu cemaas. Dan mereka pun mengintak sekolah hingga menyepakati satu kata: psikiater! Anak mereka akan ditangani sekelompok psikiater anak kenamaan.

Para psikiater itu berhasil membujuk si anak untuk melanjutkan gambar hitamnya di laboratorim pengamatan mereka.
Dan sia anak terus bekerja seperti kerasukan tanpa memperdulikan tempat dan waktu. Pengamatan para ahli selama berjam – jam tak menghasilkan diagnosis atau analisis apapun.. sampai akhirnya si anak berkata “Ahh...!”. dia telah menyelesaikan 400 gambar di atas kertas A3. Dan ternyata, ada yang tak hitam seluruhnya.
Ia mulai memberi instruksi pada para psikiater untuk menata ke 400 kertas itu di lantai. Oh, ternyata ini adalah puzzlle.. ukurannya 20 x 20 kertas A3. Dan hasilnya? Menakjubkan!! Gambar seekor anak paus bongkok tepat sesuai ukuran aslinya!!!

Sang anak terkekeh bangga melihat hasil karyanya. Dan para psikiater kita takjub, geleng – geleng kepala. tak seperti yang lain, anak ini ingin agar gambar anak paus bongkoknya  sesuai ukuran ‘aslinya’. Ia berfikir besar. Awalnya dia tak difahami, dianggap aneh, bahkan harus diserahkan pada para psikiater. Tapi akhirnya, semua orang takjub padanya.
Mungkin begitulah resiko berfikir besar.. disalahfahami. Lalu dikagumi.

***************
Ah.. di jalan cinta para pejuang, kita hanya layak berurusan dengan hal – hal besar. Atau setidaknya memikirkan hal – hal yang besar.. di dalam pikiran, yang setitik harus dijadikan lautan. Yang sekepal harus dijadikan gunung.

1 komentar so far


EmoticonEmoticon

Laman