Jauh sebelum menemukan jalannya dalam olahraga
panahan, Iman -begitu biasanya ia dipanggil- pernah menekuni berbagai macam
bidang olahraga. Terlahir dari seorang ibu yang merupakan atlit Judo nasional,
kecintaan Iman terhadap dunia olahraga telah tumbuh sejak sedari kecil. Pada
mulanya Iman menggeluti olahraga yang paling populer yaitu sepak bola, sama
dengan kebanyakan anak-anak lainnya. Tetapi Ia merasa bahwa sulit untuk
berprestasi dalam olahraga ini karena banyak saingannya.
Lantas Ia pun hijrah ke olahraga renang. Dari olahraga
yang ditekuninya selama dua tahun ini, Ia sempat meraih juara tiga di tingkat
kabupaten. Tapi hatinya tetap merasa belum “sreg”. Ia masih merasa bahwa
olahraga renang bukanlah “jalannya”. Faktor ketiadaan pelatih professional Ia
akui sebagai faktor penyebab utama. Jenuh dengan renang, pada kelas tiga SMP Ia mulai
mencoba-coba bulutangkis. “Setelah renang, saya mencoba olahraga bulutangkis.
Tetapi setelah berlatih sekian lama, prestasi dari olahraga ini tak kunjung
saya dapatkan”, ujar pria kelahiran Samarinda, Kalimantan Timur ini.
Sempat vakum dari dunia olahraga selama beberapa
bulan, pria yang lahir pada tanggal 17 September 1990 ini akhirnya seperti
menemukan jalannya. Pada kelas satu SMA Ia dikenalkan dengan olahraga panahan
oleh teman ibunya. Alhasil, Ia merasa menemukan jalannya melalui panahan. Dari
olahraga yang ditekuninya hingga kini ini Ia mampu meraih tiga emas sekaligus
pada Pekan Olahraga Pelajar Nasional pada tahun 2007. Dan yang luar biasa ialah
Ia meraih emas tersebut hanya tiga bulan setelah Ia latihan untuk pertama
kalinya. Praktis setelah itu, seakan “emas” telah menjadi langganan Iman tidak
berhenti pada bidang olahraga semata. Ia juga pemuda yang sangat peduli
dengan fenomena sosial yang melanda bangsa ini. Sebuah alasan yang melandasi
pilihannya untuk kuliah bukan di jurusan yang berhubungan dengan keolahragaan,
tetapi jurusan administrasi negara. “Saya sangat senang berdiskusi tentang
masalah-masalah sosial. Berusaha menemukan solusi bagi perubahan masyarakat”,
ujarnya. Karena hal itulah Ia mengaku tidak merasa kesulitan untuk menerima
materi-materi kuliah. Alhasil, IPK sampai semester ini masih 3,68. “Semoga
semester depan bisa tetap cumlaude”, harapnya.
Selain itu, Iman juga aktif dalam organisasi yang ada
di kampus. Diakuinya organisasi mampu membentuk kemandirian dan karakter.
“Melalui organisasi saya dapat turut menumbuhkan karakter. Selain itu, saya
memilih berkecimpung dalam organisasi kerohanian untuk menambah pengetahuan
tentang agama”, tutur Koordinator Satu UKMF Al-Ishlah FISE UNY ini.
Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa FISE untuk tidak
takut terjun dalam organisasi. Stigma organisasi mengganggu waktu belajar atau
berprestasi tidaklah benar. Justru dengan organisasi maka dapat meningkatkan
kapasitas dan kualitas. Ada banyak hal yang tak didapatkan melalui bangku
kuliah, tapi bisa digali di organisasi. “Hal terakhir yang ingin saya katakan
ialah jangan pernah melupakan olahraga, karena olahraga dapat membuat tubuh
menjadi sehat”, ujarnya sambil tersenyum. [triyanto/ls]
http://www.uny.ac.id/berita/UNY/wahyudi-iman-satria-mengawinkan-prestasi-aktifis-dan-akademis
1 komentar so far
Sebuah kebanggaan bagi kami, keluarga UKMF Jamaish memiliki seorang mahasiswa yang tidak sekedar akademis, namun juga aktivis dan prestatif.
Tingkatkan prestasi "Wahyudi Iman Satria"
EmoticonEmoticon