Film-film yang dianggap Islami sekarang, menurut Wakil Rais Aam PBNU
KH A. Mustofa Bisri, sebenarnya terjebak dalam simbol agama yang
dangkal. Hal itu dia tegaskan selepas Musyawarah Film Nasional dengan tema Posisi Indonesia dalam Film Nasional, yang berlangsung di PBNU belum lama ini.
KH A Mustofa Bisri mencontohkan film-film Islami yang pernah ada,
“Dulu ketika Pak Usmar Ismail bikin film, tak ada idiom sorban, sajadah,
tasbih. Kalau film sekarang, supaya cinta itu tampak Islami, jadi cinta
bertasbih, cinta bersorban, yang gitu-gitulah. Ada subhanallah,
istighfar segala macam begitu. Film-film Usmar Ismail nggak ada. Kenapa? Karena dia mengerti "inti" dari agama Islam itu apa,” tegasnya.
Kiai yang akrab disapa Gus Mus ini berpendapat, film Islam itu harus
bertema yang universal."Islam yang sejak zaman Nabi Ibrohim; atau orang
sekarang mengatakan Islam yang universal tentang kemanusiaan, tentang
kasih sayang. Itu malah tidak naik dalam film-film kita sekarang. Dulu
itu ada cinta kepada tanah air, kasih sayang terhadap sesama manusia,
pasrah kepada Tuhan; yang esensial semacam itu yang bisa dirasakan
penonton,” tambahnya.
Jadi, lanjut penulis kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi ini, film sekarang terjebak pada simbol-simbol yang dangkal, “Simbol itu pun nggak bener. Misalnya yang pake sorban, itu nggak jelas, itu sorban model mana? Arab nggak, India nggak, Indonesia nggak. Kenapa nggak pake udeng-udeng aja?” ungkapnya sambil tertawa.
Orang salah mengambil kesimpulan tentang simbol agama, tambah putra pengarang Tafsir Al-Quran bahasa Jawa: Al-Ibriz
ini, “Mereka menganggap sorban, sajadah, jubah itu simbol agama dari
Rosulullah. Tidak! Itu penghormatan Rosulullah kepada budaya setempat.
Karena yang pake sorban, jubah, itu tidak hanya Rosulullah, Abu Jahal juga pake. Itu penghormatan Rosulullah terhadap budaya setempat!”
“Jadi,” sambung kiai yang pelukis ini, “kalau kita mau ittiba
(mengikuti, red) Rasul dalam hal pakaian, ya begini, (Gus Mus menunjuk
pada pakaian batik coklatnya). Kalau Kanjeng Nabi pakai pakaiannya orang
Arab, meskipun sama dengan Abu Jahal, dia menghormati budaya setempat.
Saya memakai pakaian orang Indonesia."
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang, Jawa tengah
ini juga menambahkan, pembuat film bernuansa agama harus mengerti moral
agama sehingga menghasilkan film yang mencerahkan penonton. Film yang
bagus itu, selepas menontonnya, penonton tercerahkan, ”Penonton
berpikir, apakah saya hamba yang baik atau bukan,” pungkasnya.
Penulis : Abdullah Alawi
Sumber : http://www.nu.or.id/
April 2012
Sumber : http://www.nu.or.id/
April 2012
EmoticonEmoticon