Kamis, 24 Mei 2012

MENJADI PEMUDA DENGAN JIWA SANTRI

Tags

Pemuda sebagai generasi penerus yang dalam pengaharapan setiap orang tua adalah dapat menjadi tulang punggung bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa maupun agama. Pemuda yang dianggap sebagai tumpuan akan masa depan sangat diharapkan dapat memberikan masa depan yang lebih baik lagi dan masa depan yang lebih cerah. Pemuda, dengan semangat yang begitu membara dapat mengguncang dunia, setidaknya begitulah Bapak Plokamator Indonesia menggambarkan betapa hebatnya kekuatan yang ada dalam diri pemuda.

“BERIKAN AKU SEPULUH PEMUDA, MAKA NISCAYA AKU AKAN MENGGUNCANG DUNIA”, (Ir. Soekarno)

Penulis juga sangat percaya tentang apa yang telah dikatakan oleh Bung Karno ini, mengingat setiap kemerdekaan yang diperoleh oleh suatu negara, temasuk Indonesia, tidak terlepas dari peran pemuda dalam melawan penjajah baik dengan cara perang maupun diplomasi.

A.    Pemuda dan Indonesia dan Islam

Indonesia memiliki sejarah yang cukup menyedihkan, dijajah selama tiga setengah abad oleh bangsa Belanda ditambah dengan tiga setengah tahun dijajah bangsa Jepang. Indonesia sangat  mengenaskan kala itu, kekayaan alam yang begitu melimpah dieksploitasi oleh penjajah, para gadis diperkosa, kerja rodi dan segala macam betuk kesadisan lain yang pernah menimpa bangsa ini. Itulah sejarah, sejarah yang benar-benar terjadi di tanah air ini. Tanah air Indonesia.

Seperti yang telah Penulis sebutkan di atas, mengenai peranan pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia sangatlah besar. Banyak sekali para pejuang dan pahlawan yang mereka termasuk pada golongan muda yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi, sehingga mereka tidak segan untuk ikut berjuang merebut kemerdekaan.

Peran pemuda tidak hanya sampai sebatas pada perjuangan merebut kemerdekaan, tetapi juga setelah kemerdekaan itu didapat, sampai dengan sekarang. Banyak para tokoh muda yang sangat terkenal pada zamannya dan bahkan menjadi sejarah manis tertuang dengan tinta emas yang sangat indah. Pemuda dengan segala semangat, potensi, serta kekuatan yang dimiliki mampu mempersembahkan kemerdekaan serta pengabdian pada negara Republik Indonesia ini. 

Para pemuda yang berjuang tersebut tidak sedikit merupakan muslim, bahkan bisa dikatakan bahwa sebagian besar dari mereka adalah muslim. Pemuda-pemuda itu pemeluk agama Islam. Bahkan sebagian besar mereka merupakan santri, yang notabene merupakan berasal dari kalangan pesantren. Islam telah memberikan kontribusinya melalui para pemuda untuk meraih kemerdekaan serta memberikan pengabdian. Pengajaran serta ideologi Islam yang begitu sangat mendukung terhadap rasa nasionalisme terlihat jelas pada sebuah hadits Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman”.

Begitulah eratnya hubungan antara pemuda, Indonesia, dan Islam. Inilah sebuah bukti otentik mengenai sebuah keterkaitan ketiganya dalam setiap perjuangan.

A.    Masalah yang Dihadapi

Dijajah oleh penjajah merupakan suatu masalah. Akan tetapi, setelah kemerdekaan sudah dalam genggaman pun masalah tetaplah ada. Memang begitulah sebagaimana seharusnya. Masalah selalu ada sebagai pertimbangan, sebagai ujian, dan juga sebagai bentuk perhatian Allah kepada makhluk-Nya.

Salah satu masalah itu adalah degradasi moral. Degradasi moral ini termasuk pada kategori masalah besar, mengingat moral mempengaruhi landasan setiap pola pikir dan perilaku seseorang. Apabila moral yang dimiliki buruk, maka bisa dipastikan pikiran serta perilaku pun akan buruk pula. Degradasi moral inilah yang saat ini juga dihadapi oleh kalangan pemuda, khususnya pemuda Islam.

Rasulullah SAW pernah besabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq” (H.R. Muslim    )

Nabi Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan (memperbaiki-red) akhlaq umatnya. Zaman yang dihadapi nabi kala itu merupakan zaman jahiliyah. Jahiliyah disini bukan berarti suatu kebodohan dalam keilmuan, karena mereka kala itu sudah dalam keilmuan dan zaman yang sudah modern dan maju dari bidang ekonomi dan pasar.  Akan tetapi, jahiliyah yang dimaksud disini adalah kebodohan akhlaq, hancurnya akhlaq, atau akhlaqul madzmumah.

Kerusakan akhlaq seperti itu juga terus ada dan melanda pada zaman-zaman setelah wafatnya Rasulullah SAW. Hal itu terlihat dari banyaknya peperangan serta bentuk kemaksiatan lain sebagai implementasi dari buruknya akhlaq. Begitupun pada masa sekarang ini, masa post-modern dimana globalisasi berjalan begitu pesat. Sejalan dengan itu, degradasi moral pun terus berkembang bak virus yang dapat menimpa siapa saja, terlebih para pemuda.

Pemuda sebagai korban juga merangkap sebagai pelaku dari adanya persoalan degradasi moral ini, sekaligus juga sebagai penawar yang harus bisa memperbaiki dan merekonstruksi keadaan buruk ini untuk menuju pada moral yang baik (akhlaqul kariimah).

Pemuda, dalam hal ini Penulis lebih menyoroti pada pemuda Islam, merupakan aktor utama yang harus bisa bergerak dan berjihad untuk melawan kebobrokan moral ini. Moral yang terlahir dari lingkungan yang buruk, moral yang terlahir karena dorongan-dorongan eksternal, maupun moral yang terlahir karena adanya dorongan internal yaiti hawa nafsu. Rasulullah SAW pernah bersabda mengenai hal ini, “Bahwa sesungguhnya perang ini (perang badr) adalah perang yang kecil”, lalu para sahabat pun bertanya, “lalu perang apakah yang lebih besar dari perang ini wahai Rasulullah?”, Rasul menjawab, “yaitu perang melawan hawa nafsu”.

Sebagai muslim tentu kita harus meyakini setiap yang disabdakan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Sabda beliau ini merupakan peringatan untuk mengingatkna manusia pada sesuatu yang harus ditaklukkan, yaitu hawa nafsu. Sabda beliau terlihat kebenarannya saat ini dengan banyak sekali orang ataupun pemuda yang hancur karena tidak bisa memerangi hawa nafsunya. Mereka diperbudak oleh nafsu, sehingga moral mereka menjadi sangat buruk dan bahkan tidak mencerminkan keislaman. Hal ini terbukti dengan meningkatnya tingkat kriminalitas yang terjadi di dunia maupun di Indonesia. Adanya pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, dan segala macam bentuk kebiadaban moral yang ada pada saat ini. Inilah kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa kita sedang memiliki masalah yang besar.

B.    Menjadi Pemuda dengan Jiwa Santri

Santri, tidak hanya sebuah kata panggilan yang disandingkan dengan orang yang tinggal atau berada di pesantren. Santri memang identik dengan itu, bahkan santri sangat identik dengan sarung, dengan peci, dan segala macam kitab kuning yang menjadi ‘makanannya’ setiap hari. Akan tetapi, menurut Penulis, santri memiliki makna lebih luas dari pada itu, kata santri tidaklah sesempit itu. Santri adalah sebuah bentuk karakter, karakter yang menggambarkan keislaman yang baik dan ideal.

Pemaknaan santri sebagai suatu bentuk karakter ideal yang telah Penulis sampaikan tadi tidak semata-mata sebatas sebuah pernyataan kosong saja. Pernyataan itu diperkuat dengan banyaknya sejarah yang melibatkan para pemuda santri, baik santri sebagai orang yang tinggal atau pernah tinggal di pesantren maupun santri sebagai sebuah karakter. Sebut saja Jendral Sudirman, HOS Cokroaminoto, M. Natsir, Buya Hamka, dan masih banyak lagi para tokoh pemuda yang berkarakter atau berjiwa santri.

Karakter santri itu terbentuk dari berbagai elemen pembentuknya, yaitu: (a) ta’adhu',(rendah hati), (b) wara’(berhati-hati), (c) akhlaqul kariimah (akhlaq mulia), (d) berjiwa patriot (berani), dan (e) mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah. Elemen-elemen itulah yang menjadikan santri mampu tampil di masyarakat untuk memberikan sosuli konkrit sebagai seorang agent of change. Seorang pemuda yang berjiwa santri akan menjadi lentera yang memberikan sinar petunjuk menuju kehidupan yang lurus.

Pemuda yang rendah hati tidak akan sombong dan angkuh dalam kehidupan, pemuda yang berhati-hati tidak akan mudah terpengaruh dan terbawa arus kehidupan, pemuda yang berakhlaq mulia akan bertindak baik dan menjadi teladan, pemuda yang berani akan mampu mengatasi dan mengambil peran dalam perbaikan dan kemajuan, serta pemuda yang mengamalkan Al-Quran dan As-Sunnah akan selalu dilindungi dan diridhoi oleh Allah SWT dan diberi kemudahan serta petunjuk. Itulah sebuah gambaran indah tentang pemuda yang berjiwa santri yang mampu menjadi solusi dan aktor yang mampu mengahadapi dan memperbaiki permasalahan yang ada, termasuk masalah degradasi moral.

Pemuda sebagai korban serta pelaku dalam permasalahan degradasi moral ini memiliki peran penting dan sangat berpengaruh dalam perubahan dan memperbaiki dalam setiap permasalahan, khususnya masalah degradasi moral. Setiap pemuda berkesempatan memiliki karakter santri, karena bahkan santri pun (yang tinggal maupun yang pernah tinggal tinggal di pesantren-red) belum tentu memiliki karakter santri yang seharusnya. Maka, pemuda santri adalah sebuah solusi yang ideal untuk mengahadapi degradasi moral ini, perannya sangat diharapkan untuk bisa menghadapi dan memperbaiki masalah ini.

Semua perjuangan untuk mempernaiki itu semua harus dilakukan dengan penuh keikhlasan, karena ikhlas dapat meleburkan segala ego dan bentuk ketidak pedulian. Ikhlas dapat menyatukan tekad dan tujuan, dan dengan ikhlas semua amal menjadi lebih bernilai. Wallahua’lam bisshowab.



IDENTITAS PENULIS

Nama: Bashar Maulana
TTL: Tangerang, 20 April 1993
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat Asli: Jln. Raya Puspiptek RT 011/RW 003, Ds. Setu, Kec. Setu, Kab. Tangerang Selatan, Banten.
Status: Mahasiswa
Fak/jur: Fak. Psikologi/ Jur. Psikologi, Universitas Gadjah Mada
Email: maulana_azzam845@rocketmail.com
No. Hp: 0838 766 56 585

1 komentar so far

namun dengan seiring berjalannya waktu banyak kaum santri yang tidak begitu pf menyebutkan identitasnya duhalayak umum.


EmoticonEmoticon

Laman