Rabu, 23 Mei 2012

Pemuda Pembeda

Tags

oleh: Andreas Agil Munarwidya*

Terinspirasi dari Quran Surat Fathir ayat 32, ketika televisi menayangkan berbagai macam hiburan mulai dari kelas ecek-ecek sampai kelas dunia untuk memikat hati para remaja dan sekitarnya, maka setidaknya ada tiga respon dari remaja yang hadir dari contoh kasus di atas, yaitu: 1) Remaja yang menzholimi dirinya sendiri dengan larut turut dalam dunia “hura-hura” itu; 2) Remaja yang tidak terlalu larut tetapi turut menyenangi dunia tersebut; dan 3) Remaja yang bersegera untuk meninggalkan dunia tersebut dan lebih larut turut dalam kebaikan dan kebermanfaatan. Semoga kita senantiasa berada pada responden yang ketiga atau minimal yang kedua dan jangan sampai yang pertama. “Lho? Apa salahnya menjadi remaja yang merespon hiburan di televisi sehingga menjadi responden nomor satu? Toh kalau itu tidak merugikan orang lain, kenapa tidak?” Ini mungkin pertanyaan sekaligus pernyataan yang akan muncul dari orang-orang yang merasa tidak diterima dikatakan sebagai remaja yang menzolimi dirinya sendiri karena larut turut dalam macam-macam hiburan yang ditayangkan di televisi. Jawabannya: Ini masalah hedonisme, Bung! Dan, kita tahu bahwa ketika hedonisme sudah merasuk kepada pemikiran dan segala tindak tanduk generasi muda atau pemuda, maka kemerosotan morallah yang akan jelas terjadi. Kok bisa?

Degradasi Moral itu Biasa

Sudah diprediksikan sebelumnya bahwa kemerosotan alias degradasi moral generasi muda akan hadir dan menyambangi dunia pemuda dari masa-masa. Degradasi moral yang hadir dalam dunia kepemudaan jujur saja tidak terlepas dari budaya hedonisme alias lebih mementingkan dunia dan seisinya serta tidak mau terlibat dalam hal-hal yang tidak bermanfaat secara materi untuk dirinya. Dengan kata lain, pemuda yang terdegradasi moralnya adalah pemuda yang hanya mementingkan dunia serta berpikiran materi, uang, untung apa yang bisa didapat dari dia melalukan sesuatu itu. Bila tidak ada, mereka (pemuda yang hedonis ini) akan berpendapat, “Buat apa gue susah-susah begitu? toh gue nggak dapet apa-apa dari yang gue lakuin. Duit nggak, rugi iya.” Nah lho?! Apakah kita termasuk pemuda yang seperti ini? Na’udzubillaah.

Degradasi moral pemuda yang menyebabkan perilaku-perilaku di atas adalah hal yang biasa dan lumrah yang tidak dapat dipungkiri lagi baik dari zaman nenek moyang kita, pun di zaman modern yang serba canggih ini. Namun, bukan berarti karena faktor kelumrahan ini sehingga kita kemudian tetap membiarkannya saja berlarut-larut. Tidak! Sesuatu yang lumrah pasti ada sebabnya. Bisa karena kondisi sosial kemasyarakatannya, bisa karena faktor ekonomi dan mata pencahariannya, atau memungkinkan juga karena lemahnya hukum dan peradilan atas tindakan tidak bermoral yang terjadi belakangan ini. Semua itu sungguh sangat memungkinkan. Akan tetapi, satu hal yang pasti, yang jelas dan terbukti, degradasi moral yang terjadi di kalangan pemuda saat ini adalah bersumber dari lemahnya pengetahuan dan keilmuan generasi muda terhadap agamanya.

Miris memang mendengar pemberitaan pemuda yang sering terpampang baik di media cetak maupun media elektronik. Memprihatinkan bila membaca: tawuran antar siswa SMA memakan korban lagi. Atau, seorang mahasiswa tertangkap basah sedang berpesta miras dan sabu di kostannya. Ah.. miris. Terlebih ketika ada berita, lima orang pemuda menggilir seorang gadis berumur tujuh belas tahun di dalam goa dekat pantai Parang Tritis. Masihkah kita akan membiarkan hal itu terjadi pada pemuda yang katanya merupakan agent of change, agen perubahan, agen yang diharapkan oleh agama, bangsa, dan negara untuk mengubah keadaan yang carut marut ini kalau ternyata masih banyak pemuda-pemuda yang malah bertindak menjauhkan diri dari perubahan atau perbaikan itu sendiri?! Ataukah hanya berujung pada profesi lain yang berlabel sama “agen” tetapi menjadi agen minyak tanah atau sebangsanya? Tentunya kita harus memperhatikan betul problematika ini.

Islam Memberikan Solusi, Pemuda Mengeksekusi
Malu kan rasanya bila kita sebagai pemuda malah turut andil dalam mencipta kemerosotan moral yang terjadi di bangsa ini? Pemuda yang seharusnya merupakan penggerak perubahan dan perbaikan bangsa, malah jua menghancurkan peradaban dengan perilaku menyimpangnya. Pemuda yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pengentasan kebodohan dengan ilmunya, malah membodohi diri sendiri dengan bermalasan-malasan belajar dan lebih suka tawuran atau bertindak anarkis ketika demonstrasi. Pemuda yang seharusnya dapat menjadi penerus generasi tua, malah menjadi tua sebelum waktunya, merasa diri lemah dan tak berdaya seperti seorang yang sudah tua renta, tidak mau berbuat apa-apa. Ah.. miris. Pemuda “yang seharusnya” menjadi tidak seharusnya lagi kini. Apakah ini yang akan terus terjadi?

Sungguh, sebenarnya Islam sudah memberikan solusi terhadap masalah yang kerap terjadi pada pemuda-pemuda harapan agama, bangsa, dan negara kita yang tercinta ini. Islam sudah menawarkan gagasan, konsep, ide, bahkan sampai ke wilayah teknis yang sifatnya aplikatif untuk dapat diterapkan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Namun, sekali lagi, bukan masalah konsep atau gagasannya yang tidak cocok atau teknisnya terlalu njelimet, tidak. Permasalahannya adalah pada wilayah eksekusi. Siapa lagi orang yang dapat penuh mengeksekusi gagasan terpadu yang Islam tawarkan kalau bukan pemuda itu sendiri. Namun, ke mana pemuda itu sekarang? Padahal, Hasan Al Bana dalam bukunya Majmuu’atur Rosaail menegaskan: Wahai pemuda! Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepada-Nya, ikhlas dalam berjuang di jalan-Nya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya. Sepertinya keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karekter yang melekat pada diri pemuda, karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertaqwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda.

Bila pemuda saat ini suka sekali dengan budaya K-Pop alias Korean Pop, maka kita harus jadi pembeda dengan lebih menyukai musik nasyid dan sejenisnya. Bila beberapa pemuda menyukai bermain game di kediamannya masing-masing, kita harus jadi pembeda dengan lebih menyempatkan diri untuk mengikuti kajian ilmu. Sekali lagi, bila pemuda masih menyibukkan diri dengan mencari tokoh-tokoh idola pujaan hatinya, maka cukuplah kita berittiba’ pada baginda Rasulullah Muhammad Shallaahu ‘Alaihi Wasallam. “Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS Al-Kahfi: 13). Betapa bahagia dan beruntungnya menjadi pemuda-pemuda yang diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maukah kita?

Ayo, Bergerak Pemuda!

Memang, semua di atas adalah tawaran dan itu tidak mesti dan serta merta harus diikuti. Akan tetapi, bukankah kami menawarkan penawaran yang lebih baik? Bukankah surga itu digapai bukan dengan hanya bersenang-senang semata? Dan benarkah bahwa surga itu nantinya akan di isi oleh pemuda dan pemudi, bukan oleh wajah-wajah tua dan kepayahan? Maka dari itu, jadilah pemuda yang berguna saat ini, esok, dan kelak sampai kau menurunkan pemuda yang sama bahkan lebih kapasitasnya dari kita saat ini. Jadi, tunggu apa lagi? Sudah saatnya kita sebagai pemuda untuk bergerak maju menyongsong masa depan yang lebih baik. Jangan sampai kita malah menjadi orang-orang yang membebani agama, bangsa, dan negara dengan sikap dan perilaku kita yang jauh dari kata perubahan dan perbaikan. Karena kata Ella Wheeler Wilcox di Dalam Dekapan Ukhuwah, “Yang aku tahu ada dua jenis manusia di bumi ini, hanya ada dua, sungguh tak lebih... dua macam manusia yang kita bicarakan adalah mereka yang mengangkat dan mereka yang membebani.” Maka, sekali lagi, jadilah kita pemuda-pemuda yang mengangkat agama, bangsa, dan negara ini jauh lebih baik, jauh lebih indah, jauh lebih bermanfaat dari hari ke hari. Caranya? Ada di dalam Al Quran dan As-Sunnah. Bacalah... []



Biografi Singkat Pengarang


Nama: Andreas Agil Munarwidya, TTL: Cilacap, 13 November 1990, Alamat: Karang Malang Blok D 29, Depok, Sleman, D.I.Y (kost) : Jalan D.I.Panjaitan No. 73 A, Donan, Cilacap, Jawa Tengah (rumah), Status sebagai Mahasiswa S1 di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta, Email: andreas_agil_a@yahoo.co.id, Facebook: andreas_agil_a@yahoo.co.id, Blog: adaananda.blogspot.com, No. HP: 08995042240, Moto Hidup: HasbunAlloh Ni’mal Wakiil, Ni’mal Maulaa Wa Ni’man Nashiir.


EmoticonEmoticon

Laman