Senin, 21 Mei 2012

Saatnya Ummat Bercermin

Tags

Oleh : Abdur Rochman sabardi

            Islam adalah agama yang syamil, bahkan menyandang predikat rahmatan lil’alamin. Rahmat bagi semesta, bagi alam ini. Namun tetap saja tergantung pada pelakunya yakni ummat islam sendiri. Sebuah penjelasan dustur nabawi,
Nabi bersabda, “apabila kalian telah berjual beli dengan ‘inah (riba), memerintah dengan diktator, cinta kepada pertanian (dunia) dan kalian meninggalkan jihad fi sabilillah, niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian dan tidak akan menghilangkannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.”
Itulah sebuah ultimatum dari Allah melalui Rasul-Nya, jika kita sendiri berbuat atau berjalan di muka bumi ini tanpa berpedoman lagi terhadap islam maka yang terjadi adalah kehinaan bagi kita.

            Kenapa Islam lebih dikenal dengan terrorism, dsb. Mungkin bisa dipahami penyebabnya dengan merenungkan sabda nabi tersebut di atas. Betapa banyak ummat dicekoki dengan riba, dengan segala bentuk variannya. Bank-bank dimanapun hampir semuanya menggunakan sistem riba, hingga dalam tradisi masyarakatpun yang ada di Indonesia ini sudah melekat kebiasaan buruk itu. Memerintah dengan diktator, disinyalir oleh nabi sebagai salah satu penyebab kehinaan ummat ini. Serta mencintai dunia berlebihan dan meninggalkan jihad fi sabilillah, kesemuanya di atas cukup melekat pada diri ummat islam pada umumnya. Sehingga adzab dari Allah nampak sebagai teguran bagi kita. Asas kausalitas nampaknya mampu membahasakan fenomena ini. Seperti yang tertuang dalam surat At-Tawbah (9):24 bahwa kalau hal-hal duniawi lebih dicintai manusia daripada mencintai Allah dan Rasulnya dan dari berjihad di jalannya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.

Perlunya Pemurnian dan pendidikan

            Ummat islam sekarang ini lebih cenderung kepada hal yang bersifat duniawi. Kelihatannya hal ini selain merupakan penyebab utama masalah yang menghinggapi ummat, juga merupakan bentuk pendustaan terhadap surat Al-qashash :77. Dimana ummat diperintah untuk mencari kehidupan untuk Akherat dan mengesampingkan dunia (zuhud), nampaknya yang terjadi malah sebaliknya, ummat terkecoh atas apa-apa yang ada di dunia.

            Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Bani mengemukakan pendapatnya, “sebab yang mendasar atas kehinaan yang menimpa pada diri sebagian kaum muslimin adalah:…
karena kaum muslimin tidak lagi mengenal Islam yang diturunkan oleh Allah melalui nabi-Nya Muhammad SAW
karena yang tahu tentang islam secara baik-tidak mengamalkannya, mengabaikan dan bahkan menyia-nyiakannya.”

Beliau juga mengingatkan pentingnya manhaj tashfiyah wat tarbiyah (pemurnian dan pendidikan/pembinaan). Islam membutuhkan pemurnian kembali, semua harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah secara murni. Menghilangkan semua yang bersifat bid’ah yang menimbulkan konflik internal ummat yang menggiring pada kesesatan dan perpecahan ummat. Sehingga ummat lebihdewasa dalam mengahadapi perbedaan, karena seperti yang kita ketahui bahwa perbedaan merupakan keniscayaan. Bahkan seorang orientalis mengatakan bahwa berbeda berarti hidup, sama berarti kematian.

            Kedua, perlunya optimalisasi tarbiyah. Pembinaan atau pendidikan yang intensif nampaknya penting untuk dilaksanakan. Seperti yang ada dalam sirah nabawiyah bahwa Rasulullah SAW pada tahun-tahun pertamanya melakukan tarbiyah kepada para shahabatnya dengan intensif. Dengan kewajiban shalat malam misalnya, atau dengan tuntutan zuhud para shahabat yang jarang kita jumpai dewasa ini. Sehingga, tarbiyah mutlak diperlukan untuk mengembalikan Izzah Din ini. Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Syahid Hasan Al-Bana dalam salah satu dari 20 prinsipnya, yakni prinsip ke-5 dimana “…dasar hukum dalam ibadah ialah tunduk dan komitmen pada pelaksanaannya tanpa melihat esensinya, …” kita kembali pada Al-Qur’an, kita buang jauh-jauh metode autentisitas dalam merenungi Din ini. Memahami Islam dengan pengaharapan yang besar dan rasa takut, sehingga tidak mengarahkan kita pada isme-isme ‘ahlun nar.

Jangan menyerah!!!

            Nampaknya virus yang menjangkiti ummat islam cukup kronis. Bahkan sekilas tiada jalan lagi untuk membenahi dan melakukan perubahan. Hal-hal prinsip sudah tidak dipertahankan lagi orisinalitasnya, hal yang bersifat furu’ (cabang) dalam agama malah menjadi sumber khilafiyah yang ujungnya tidak disikapi dengan bijak. Ummat cenderung mengarah pada pola kehidupan budaya barat. Thagut-thagut baru mulai bermunculan tanpa kendali mengisi sisi-sisi pemahaman ummat. Seperti yang diungkapkan oleh Samuel Huntington, bahwa thagut peradaban barat yang dikemudikan oleh amerika itu laksana truck besar yang berjalan tanpa kendali menabrak setiap apa yang ada di depannya.

            Begitu pelik penyakit ummat kita, namun kita tak boleh menyerah begitu saja. Kata Prof Syafi’i Ma’arif : “kalau Allah mengajarkan kita untuk menyerah, maka saya adalah orang pertama yang akan menyerah melihat kondisi ummat ini. Namun tidak seperti itu, Allah mengajarkan kita dengan Din-Nya untuk selalu berjuang.,.berjuang…dan berjuang.” Dan janganlah kita berputus asa, kata Imam Syahid Hasan Al-Bana, bahwa putus asa bukanlah akhlaq seorang muslim. Kita harus terus berdakwah, lihatlah keajaiban dunia ini. Dengan putaran waktu yang menakjubkan, putaran zaman yang mengesankan, serta janji Allah yang menggetarkan jiwa (lihat QS Al-Qashash:5-6). Mari saudara-ku, kita tunggu janji Allah, karena siapa lagi yang akan menepati janji, selain daripada Allah SWT. Hingga kita dihimpun dalam barisan pengikut setia Muhammad SAW di Akherat kelak. Wallahu’alam

Sumber:
http://arrahmaan-fise.webs.com


EmoticonEmoticon

Laman