Kamis, 24 Mei 2012

PEMUDA-PEMUDA TARBIYAH

Tags

Oleh: Eka Fitriyanto
Prodi Pendidikan Ekonomi FE UNY

Dari Abu Sa’id Al-Khudry ra., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, apabila ia tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya, bila ia tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan itu adalah paling lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Sulthonul Auliya’ kita, Syaikh Abdul Qodir Al Jailani berkata, “Jika engkau mampu mencegah diri dari kejahatan, maka engkau mampu mencegah orang lain dari kejahatan. Sesuai dengan kadar kekuatan imanmu engkau bisa menyingkirkan kemungkaran-kemungkaran, dan sesuai kadar kelemahan imanmu engkau akan ongkang-ongkang kaki dirumah dan berdiam diri dari penumpasan kemungkaran-kemungkaran” ( dikutip dari: New Quantum Tarbiyah, Solikhin Abu ‘Izzuddin). 

Menegakkan kebajikan dan membasmi kemungkaran merupakan tugas yang mulia, beruntunglah bagi orang yang mampu menegakkan amar makruf nahi munkar ini. Sebagaimana Allah telah berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyerukan kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali ‘Imran: 104)

Suatu hal yang mulia tentu tidaklah mudah untuk dicapai, perlu konsistensi diri dan pengorbanan yang ekstra dalam upaya menegakkan kebajikan. Apalagi di era globalisasi ini. Suatu era yang tidak mengenal adanya batas-batas wilayah, bahkan tidak mengenal aturan lokal ataupun regional. Sehingga masuknya unsur-unsur ekonomi, sosial dan kultur asing pun tidak terelakkan lagi. Perlu filterisasi yang matang dan penanganan yang cukup serius terhadap masuknya unsur budaya asing yang masuk tanpa kata permisi ke negeri ini. Budaya asing yang masuk tanpa diserap dengan baik, maka yang akan terjadi adalah suatu keadaan seperti saat ini. Kebobrokan moral para pemuda yang merajalela. Tawuran antar pelajar, penggunaan narkotika dan tindakan asusila dikalangan pemuda yang sudah menjadi suatu kebiasaa.

Di imbangi lagi dengan kehidupan hidonis yang merasuk dalam kehidupan para pemuda, dimana setiap pemuda dalam kehidupannya selalu berorientasi pada materi. Yang terserap dalam otak mereka adalah bagaimana mendapatkan uang yang banyak dan mudah, tanpa memikirkan halal atau haramkah uang yang mereka peroleh. Hal ini juga turut menambah kebobrokan moral pemuda masa kini, karena kehidupan hidonis menimbulkan sikap apatis, penuh ego dan renggangnya tali silaturahmi serta timbulnya perbuatan menghalalkan segala hal yang sebenarnya diharamkan dalam syariat.

Demi uang tidak sedikit para pemudi yang tidak segan untuk menjual diri, inilah salah satu bentuk dari menghalalkan segala cara itu. Praktik asusila sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi dalam kehidupan pemuda kita. Hal ini terbukti bahwa, berdasarkan data dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyatakan bahwa sebanyak 32% remaja usia 14-18 tahun dikota-kota besar di Indonesia (Jakarta, Surabaya, dan Bandung) pernah berhubungan seks. Hasil survey lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7% remaja kehilangan perawan saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2% diantaranya berbuat ekstrim yakni pernah melakukan aborsi.(dikutip dari Pendidikan Karakter, Agus Wibowo)

Begitu ironisnya potret pemuda negeri ini. Bahkan merekapun seakan tidak menyadari bahwa tindakan mereka mencerminkan tindakan amoral. Inilah imbas dari suatu kebiasaan buruk, yang dibiarkan lepas bebas tanpa ada penanganan. Menjadi suatu hal yang wajar-wajar saja dilakukan. Ibarat perahu yang tengah dalam kondisi bocor, namun nahkodanya terkesan tidak peduli dengan keadaan perahunya serta tidak menyegerakan diri untuk memperbaiki. Awalnya memang tidak ada masalah sama sekali, karena walau dalam kondisi bocor pun perahu masih tetap bisa dijalankan. Namun andai hal ini tidak mendapatkan perhatian khusus dari sang nahkoda dan tidak menyegerakan diri untuk memperbaiki atau bahkan nahkoda terkesan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada perahunya. Sungguh tidak dapat dipungkiri bahwa perahu tersebut tidak lama pasti akan tenggelam juga.

Perumpamaan tersebut setidaknya dapat mewakili akan gambaran kehidupan pemuda sekarang ini, yang menunjukkan akan adanya suatu degradasi moral berkelanjutan yang tidak mendapatkan penanganan sama sekali. Andai hal ini tidak segera ditangani, maka yang akan terjadi adalah kebobrokan moral yang akan mengancam pada kredibilitas pemuda negeri ini, yang yang terkesan santun dan berkarakter, serta akan mengancam pada kehancuran negeri ini yang secara perlahan tapi pasti.

Peran pemuda islam yang berakhlakul karimah menjadi suatu yang urgen untuk memberikan solusi akan keadaan yang terjadi pada pemuda negeri ini. Kita semua tahu dunia pendidikan formal kita belum mampu memberikan solusi ataupun belum menerapkan sistem pendidikan yang mengarahkan peserta didiknya pada perbaikan moral. Orientasi pendidikan formal kita hanya mengacu pada perkembangna kognitif semata, serta terkesan mengabaikan pendidikan afektif peserta didiknya. Hal ini terbukti dari sistem evalusi terhadap peserta didik. Didalam rapor prestasi peserta didik, untuk penilaian aspek kognitif sistem penilaiannya begitu detail. Nilai matematika 8,50; nilai bahasa Indonesia 7,65; nilai ilmu pengetahuan alam 8,75. Sampai berapa angka dibelakang komapun disebutkan, begitu teliti dan detail dunia pendidikan formal kita dalam menilai perkembangan kognitif peserta didiknya. Namun bagaimana dengan evaluasi afektifnya? Evaluasi afektif begitu terabaikan. Mungkin sudah bisa kita prediksi bersama bahwa rata-rata nilai afektif kita dan teman-teman kita semua sama yaitu B. Kelakuan B, kerapian B. Hampir semua siswa mendapatkan nilai yang sama dalam aspek afektif ini. Tidak ada diferensiasi antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya. Inilah yang menunjukkan bahwa, perhatian dunia pendidikan formal kita belum menuju pada perbaikan moral. Aspek-aspek afektif diabaikan begitu saja tanpa terintegrasi dengan baik.

Pemuda-pemuda tarbiyah yang bukan hanya mengerti akan isi kandungan Al-Qur’an dan Al-Hadist namun juga memiliki akhlak seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, bukan hanya berkembang aspek kognitif semata namun berkembang pula aspek afektif, menjadi suatu yang urgen demi terbentuknya kehidupan bangsa yang lebih baik.

Oleh karena itu, peran serta kader-kader dakwah dalam upaya meletakkan dasar-dasar keislaman tidak dielakkan lagi peranannya. Hal ini dilakukan dalam upaya membentuk pemuda-pemuda tarbiyah. Pemuda-pemuda berkarakter yang senantiasa menyampaikan perkara yang haq dan memerangi kebathilan. Yang senantiasa menyampaikan risalah dakwa dalam hidupnya demi terciptanya kebajikan. Sekecil apapun suatu kebenaran yang berkecambah pada jiwa kader-kader dakwa, segeralah mereka mengekspornya ke alam sekeliling, agar bisa tumbuh besar dan berkecambah menjadi suatu kebenaran yang kekal dan melekat. Sampaikanlah walau satu ayat. Disinilah urgensi besar pemuda muslim dalam upaya mengatasi degradasi moral masa kini. Senantiasa beramar makruf nahi munkar. Memperbaiki diri sendiri menjadi pemuda tarbiyah sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist dan memperbaiki lingkungan sekitar melalui risalah dakwah.

Namun perlu kita sadari bersama, bukan perkara mudah dalam upaya menciptakan pemuda-pemuda tarbiyah ini. Perlu adanya Jiddiyah (kesungguhan), Takliyah (pengorbanan) dan Istimroriyah (terus menerus) dalam penyampaian risalah dakwah. Selalu berpegang pada prinsip bahwa sebaik-baik orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Serta selalu menginstropeksi diri bahwa kita dari Allah, bersama Allah, Kepada Allah dan untuk Allah. Minallah, Billah, ilallah, dan lillah. Selalu ikhlas dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar di jalan Allah. Fisabilillah. Demi terciptanya pemuda-pemuda tarbiyah yang mampu mengatasi degradasi moral negeri ini.


EmoticonEmoticon

Laman